Sunday 31 July 2016

MAKALAH PENGUKURAN KADAR COD LIMBAH TEXTILE PADA HOME INDUSTRI BATIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya, salah satu dari kekayaan budaya di Indonesia adalah batik. Batik merupakan salah satu dari kebudayaan di Indonesia yang memiliki nilai seni yang tinggi. Hingga saat ini, pesona batik telah banyak disukai baik didalam negeri maupun diluar negeri. Industri batik termasuk dalam kelompok industri tekstil di Indonesia yang selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor penghasil devisa negara. Secara ekonomi cukup memberikan pendapatan yang besar kepada negara, baik dari segi penyerapan tenaga kerja maupun pemasukan devisa dan pajak.
Industri batik nasional semakin berkembang akibat semakin banyaknya permintaan terhadap batik sejak dicanagkan hari batik nasional pada tanggal 2 Oktober 2009. Pada beberapa daerah mulai muncul kampung batik sebagai sentra batik khas daerah masing masing.
Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul merupakan salah satu sentra industri kerajinan batik di DIY. Ada beberapa perajin batik yang menggeluti usaha produksi batik, baik cap, tulis maupun kombinasi secara turun-temurun di Desa Tirtonirmolo ini. Aktivitas industri batik disamping memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif. Banyaknya produsen batik, baik yang besar maupun yang berskala rumah tangga, memiliki kesamaan yaitu menghasilkan limbah cair batik, dengan kandungan zat warna, zat padat tersuspensi, BOD (Biologycal Oxigen Demand), COD (Chemical Oxigen Demand), minyak dan lemak yang perlu pengolahan sebelum dibuang ke badan air (Setyaningsih, 2006). Limbah sisa produksi batik di Desa Tirtonirmolo dibuang langsung tanpa pengolahan melalui saluran got menuju aliran Sungai Bedog.
Berdasarkan Pergub No. 20 Tahun 2008, Sungai Bedog masuk dalam kategori baku mutu air kelas 2.  Akan tetapi dengan berkembangnya home industri batik di kawasan aliran sungai Bedog, khususnya Desa Tirtonimolo memberikan dampak buruk terhadap kualitas air sungai bedog. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna air sungai menjadi kehitaman akibat limbah dari proses perwanaan batik. Selain itu, air sungai bedok menimbulkan bau tidak sedap yang dapat megganngu kenyamanan masyarakat di aliran sungai. Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tinggi dan ditumbuhi bakteri patogen yang menimbulkan bau akibat dari proses metabolismenya. Permasalahan ini yang mendasari peneliti untuk mengukur kadar COD di sungai bedog di kawasan home industri Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah deskripsi pencemaran air ?
2.      Apakah deskripsi dari limbah industri textile baik berupa sumber, jenis dan dampaknya pada manusia dan lingkungan ?
3.      Apakah yang dimaksud dengan COD ?
4.      Berapakah batas minimum kadar COD yang diperbolehkan ?
5.      Apakah akibat dari tingginya kadar COD dalam air ?
6.      Bagaimana tingkat cemaran bila di ukur menggunakan parameter COD pada Desa Tirtomulyo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul ?
7.      Apa saja penanggulangan untuk menurunkan kadar COD dalam air sungai di Desa Tirtomulyo ?
8.      Bagaimana cara mengukur kadar COD dalam air sungai bedog yang telah tercemar limbah textile ?
9.      Bagaimana kesesuaian tingkat buangan limbah industri textile Desa Tirtomulyo dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan mengenai pencemaran air
2.      Untuk mendeskripsikan limbah industri textile baik sumber, jenis, dan dampaknya pada lingkungan maupun pada manusia
3.      Untuk mendeskripsikan lebih dalam mengenai Chemical Oxygen Demand (COD)
4.      Untuk mengetahui batas minimum dari kadar COD yang ditoleransi
5.      Untuk mendeskripsikan akibat dari tingginya kadar COD dalam air
6.      Untuk Mendeskripsikan tingkat pencemaran bila diukur menggunakan parameter COD pada Desa Tirtomulyo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
7.      Untuk mendeskripsikan penanggulangan pada kadar COD yang tinggi
8.      Untuk mengetahui cara mengukur COD
9.      Untuk Mengetahui kesesuaian tingkat buangan limbah industri textile dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pencemaran Air
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 82 tahun 2001 menyebutkan :
“Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya”.
Adapun akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air yaitu:
a.       Terganggunya kehidupan organisme air.
b.      Pendangkalan dasar perairan.
c.       Punahnya biota air seperti ikan.
d.      Menjalarnya wabah penyakit seperti muntaber.
e.       Banjir akibat tersumbatnya saluran air. (Gabriel, 2001).
Pencemaran air dapat semakin luas, tergantung dari kemampuan badan air penerima polutan untuk mengurangi kadar polutan secara alami. Apabila kemampuan badan air tersebut rendah dalam mereduksi kadar polutan, maka akan terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tropik (Fardiaz, 1992).

B.     Limbah Industri Tekstil
1.      Pengertian Limbah Textile
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Mahida, 1986).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis (Siregar. 2008).
2.      Sumber Limbah Textile
Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, dan asam. Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam. DiIndonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit daripada pewarnaan (Siregar, 2008).
3.      Jenis Limbah Textile
Menurut Siregar (2008), terdapat beberapa jenis limbah textile diantaranya adalah :          
a.       Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
b.      Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing).
c.       Pigmen, zat warna dan pelarut organik.
d.      Limbah Asam.
e.       Limbah Basa (ammonium hidroksida, potassium hidroksida, sodium hidroksida, sodium sianida, sodium karbonat, sodium pryophospat, sodium silikat dan trisodium phispat).
4.      Dampak Limbah Textile
a.       Bagi manusia
Menurut Emdi (1994), dampak yang dapat ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia :
1)      Arsen (As): Menyebabkan berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat.
2)      Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan hipertensi.
3)      Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal.
4)      Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang, menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran.
5)      Tembaga (Cu) : Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut.
6)      Limbah asam adalah dapat menyebabkan luka pada kulit, selaput lendir, selaput mata dan saluran pernapasan.
7)      Limbah basa tidak begitu bahaya bagi sistem saluran pernafasan, tetapi dapat mengiritasi kulit.
8)      Air yang tercemar oleh limbah tekstil juga sangat berbahaya bila digunakan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan beberapa senyawa kimia dan limbah tekstil mempunyai sifat yang toksik bagi mahluk hidup yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker dan tidak berfungsinya organ-organ tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian.
9)      Hidrokarbon terhalogenasi (misalnya karbon tetraklorida yang banyak ditemukan di dalam larutan dan pencair dry-cleaning atau etilen diklorida): dapat menyebabkan batuk dan tersedak, kemudian pernafasan menjadi cepat. Kulitnya tampak kebiruan karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Selanjutnya terjadi muntah dan batuk yang menetap disertai megap-megap.
b.      Bagi lingkungan
Limbah-limbah buangan dari industri tekstil yang ada dilingkungan dapat mencemari perairan dan dapat pula merusak ekosistem perairan. Selain itu, zat warna yang digunakan untuk pewarna tekstil (Senyawa azo) yang dapat mencemari perairan. Zat warna dari limbah tekstil bila dibuang ke perairan dapat menutupi permukaan badan air sehingga menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dalam perairan. Berkurangnya sinar matahari yang masuk ke perairan menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis oleh tumbuhan yang ada diperairan. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen di dalam air menurun dan pada akhimya menyebabkan kematian mahluk hidup yang ada di perairan tersebut (Siregar, 2008).
Di samping mempunyai sifat yang berbahaya bagi mahluk hidup terutama bagi manusia, pencemaran limbah tekstil juga dapat mengurangi nilai estetika badan air, badan air (sungai atau danau) menjadi tidak nyaman untuk dipandang karena aimya berwarna bahkan mungkin berwarna gelap atau hitam pekat. Nilai estetika suatu badan air juga menurun dengan timbulnya bau yang tidak sedap seperti bau amoniak dan asam sulfida hasil penguraian limbah oleh bakteri secara anaerob karena badan air mempunyai kandungan oksigen yang sangat minim. Penurunan atau hilangnya nilai estetika suatu badan air akan menurunkan nilai ekonomis badan air, dan tentunya akan merugikan bagi masyarakat yang tinggal disekitar badan air tersebut (Mahida, 1986).

C.    Chemical Oxygen Demand
Menurut Siregar (2008), Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen(oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:
Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium Bichromat sesuai dengan reaksi berikut ini:
Menurut Mahida (1986), Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat Chlorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion Chlor menjadi merkuri Chlorida mengikuti reaksi berikut ini:
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bichromat yang dipakai pada reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bichromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan banyak tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan.(Wardhana,2001).
Nilai COD memberikan informasi tentang jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbondioksida dan air. Kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan oksidator kuat yang biasa digunakan dalam analisis COD. Secara teoritis oksidator ini dapat mengoksidasi senyawa organik sampai hampir sempurna (95-100%) (Siregar, 2008).
Secara umum penjelasan tentang sumber dan manfaat COD dapat dilihat pada parameter BOD, karena kedua parameter ini mempunyai hubungan yang erat, yaitu keduanya berasal dari senyawa organik dan merupakan parameter petunjuk pencemaran oleh limbah organik. Seperti halnya BOD, air dengan nilai COD yang tinggi memberikan dampak negatif terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Metode yang digunakan dalam menganalisis COD yaitu metode Spektrofotometri Portable. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Wardhana, 2001).
Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD yaitu:
1.      Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD memerlukan 5 hari.
2.      Untuk menganalisis COD antara 50 sampai 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedangkan pada analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.
3.      Ketelitian dan ketepatan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.
4.      Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada tes COD (Alaerts, 1984).

D.    Batas Minimum Kadar COD dalam Limbah Industri Textile
Menurut Perda Jateng No 5 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan daerah provinsi jateng no 10 tahun 2004 tentang baku mutu air limbah Kadar COD limbah industri tekstil dan batik yang diperbolehkan menurut Baku Mutu Air Limbah.
Tabel 1. Baku mutu air limbah



No.
Para-meter
Kadar Mak-simal
(mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
Tekstil terpa-du
Pencu-cian
Kapas, Permin-taan Penenun-an
Perekat-an (Sizing) Dezising
Pengikis-an, Pemasak-an (Klering, Scouring)
Pemu-catan
Merse-risasi
Pence-lupan
Pence-takan
1.
Suhu
380 C
-
-
-
-
-
-
-
-
2.
BOD5
60
6,0
0,42
0,6
1,44
1,08
0,9
1,2
0,36
3.
COD
150
15,0
1,05
1,5
3,6
2,7
2,25
3,0
0,9
4.
TSS
50
5,00
0,35
0,5
1,2
0,9
0,75
1,0
0,3
5.
Fenol total
0,5
0,05
0,004
0,005
0,012
0,009
0,008
0,01
0,003
6.
Krom total
1,0
0,10
-
-
-
-
-
0,02
0,006
7.
Amo-niak total (NH3-N)
8,0
0,80
0,056
0,08
0,192
0,144
0,12
0,16
0,048
8.
Sulfida
0,3
0,03
0,002
0,003
0,007
0,0054
0,005
0,006
0,002
9.
Minyak dan Lemak
3,0
0,30
0,021
0,03
0,07
0,054
0,045
0,06
0,018
10.
pH
6,0 – 9,0
11.
Debit maksimum (m3/ton produk tekstil)
100
7
10
24
18
15
20
6

E.     Akibat Tingginya Kadar COD dalam Air Limbah
Tingginya kadar COD dalam air limbah memiliki dampak yang serius bagi kesehatan manusia dan juga kepada lingkungan.
1.      Terhadap kesehatan manusia
Secara umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah yang banyak. Sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme, baik yang merupakan patogen maupun tidak pathogen juga banyak. Adapun mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bagi manusia. Karena itu, dapat dikatakan bahwa konsentrasi COD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia.
2.      Terhadap Lingkungan
a.       Konsentrasi COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga makhluk air tersebut manjadi mati. (Monahan,1993).
b.      Apabila kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-hewan yang menempati perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD dan COD meningkat menyebabkan perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009). Kandungan bahan organic tinggi yang ditumbuhi bakteri menimbulkan bau yang menyengat akibat dari bakteri pathogen dan hasil metabolisnya





BAB III
METODE

A.    Instrumen / Alat
1.      Peralatan Refluks terdiri dari Labu Erlenmeyer dan Pendingin Liebig 30 cm
2.      Hot Plate atau yang setara
3.      Timbangan Analitik
4.      Buret 25 ml atau 50 ml
5.      Gelas Kimia
6.      Gelas Ukur
7.      Labu Erlenmayer 250 ml (labu refluks)
8.      Labu Ukur 100 ml dan 1000 ml
9.      Pipet Volume 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan 50 ml
10.  Baskom untuk mendinginkan

B.     Bahan
1.      Larutan baku kalium dikromat 0,25 N.
Larutkan 12,259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 1500C selama 2 jam) dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 ml.
2.      Larutan asam sulfat – perak sulfat.
Tambahkan 5,5 g Ag2SO4 kedalam 1 kg asam sulfat pekat atau 10,12 g Ag2SO4 dalam 1000 mL asam sulfat pekat , aduk dan biarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.
3.      Larutan indikator ferroin.
Larutkan 1,485 g 1,10 phenanthrolin monohidrat dan 0,695 g FeSO4.7H2O dalam air suling dan encerkan sampai 100 ml.
4.      Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N.
Larutkan 39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling, tambahkan 20 ml H2SO4 pekat, dinginkan dan tepatkan sampai 1000 ml. Bakukan larutan ini dengan larutan baku kalium dikromat 0,25 N.
5.      Larutan baku potasium hidrogen phthalat (KHP).
Larutkan 425 mg KHP (yang telah dihaluskan dan dikeringkan pada 1100C), dalam air suling dan tepatkan sampai 1000 ml. Larutan ini mempunyai kadar KOK 500 mg/L O2. Bila disimpan dalam refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan mikroba.
6.      Asam sulfamat.
Hanya digunakan jika ada gangguan nitrit, 10 mg asam sulfamat untuk 1 mg nitrit
7.      Serbuk merkuri sulfat, HgSO4.
8.      Batu didih
9.      Limbah air Tekstil

C.    Metode
Metode refluks terbuka secara titrimetri
Metode ini digunakan untuk penentuan kadar kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dalam air dan air limbah secara refluk terbuka dengan kisaran kadar KOK antara 50 mg/L O2 sampai dengan 900 mg/L O2.Metode ini tidak berlaku bagi contoh uji air yang mengandung ion klorida lebih besar dari 2000 mg/L.

D.    Prinsip
Zat organik dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat (FAS).

E.     Persiapan dan pengawetan contoh uji
1.      Aduk contoh uji hingga homogen dan segera lakukan analisis.
2.      Contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 sampai pH lebih kecil dari 2,0 dan contoh uji disimpan pada pendingin 4oC dengan waktu simpan 7 hari.

F.     Prosedur
1.      Pipet 10 mL contoh uji, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.
2.      Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dan beberapa batu didih.
3.      Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O7 0,25 N.
4.      Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat – perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5.      Hubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan diatas hot plate selama 2 jam.
6.      Dinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL.
7.      Dinginkan sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.
8.      Lakukan langkah 3.5 a) sampai dengan 3.5 g) terhadap air suling sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan KOK (SNI 06-6989.15-2004).

G.    Perhitungan
1.      Normalitas larutan FAS
Normalitas FAS =  
Dengan pengertian :
V1 adalah volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;
V2 adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;
N1 adalah Normalitas larutan K2Cr2O7.
2.      Kadar COD
Kadar COD =
Dengan pengertian :
A adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;
B adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;
N adalah normalitas larutan FAS.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan  data yang diperoleh, kadar COD pada Sungai Bedog adalah:
Kadar COD =
= 5000 mg/L

Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY menyatakan ambang batas nilai COD adalah 10 mg/L untuk air golongan I (air minum), 25 mg/L untuk air golongan II (prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan), 50 mg/L untuk air golongan III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan), dan 100 mg/L untuk air golongan IV (pengairan). Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan jika Sungai Bedog masuk dalam kategori baku mutu air kelas II dengan  nilai ambang batas COD yang diperboleh adalah 25 mg/L. Akan tetapi, hasil pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan jika nilai COD di sungai bedog yaitu 5000 mg/L yang jauh dari nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk air golongan II, III maupun kelas IV. Nilai COD yang tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak oksigen yang digunakan untuk mengurai senyawa-senyawa anorganik dalam cairan, sehingga oksigen yang digunakan sebagai sumber kehidupan biota air menjadi semakin sedikit.
A.    Dampak Tingginya Kadar COD
1.      Bagi Lingkungan
Pencemar organik pada perairan terdiri dari pencemar organik tidak mudah urai (nondegradable organic pollutant) dan pencemar organik mudah urai (degradable organic pollutants). Pencemar organik tidak mudah urai diantaranya adalah batang kayu yang berada di perairan, menyebabkan gangguan terhadap navigasi dan setelah mengendap menyebabkan perairan menjadi dangkal. Selain kayu, pencemar organik yang sukar diurai adalah detergent alkylbehenesulfonate (sabun detergen dan pestisida organochlorine misalnya dieldrien dan DDT).
Kadar oksigen terlarut yang menurun menyebabkan kesuburan perairan meningkat. Meningkatnya kesuburan perairan berbanding lurus dengan tingginya kandungan unsur hara sehingga menimbulkan fenomena blooming di mana kondisi ini terjadi karena adanya peledakan pertumbuhan fitoplankton dan zooplankton.  
Fenomena blooming mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut, apabila plankton dan zooplankton  mati secara massal dapat mencemari perairan karena membentuk gas dan senyawa beracun seperti amonia, hidrogen sulfida, metana,etana, dan fosfin. Gas dan senyawa tersebut bersifat racun bagi ikan dan biota air lainnya serta menimbulkan bau yang menyengat dan busuk sehingga nilai guna perairan untuk perikanan, rumah tangga, dan industri menurun dan tidak berguna lagi.
2.      Bagi Kesehatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh  Sasongko dan Wildan (2010) menyimpulkam jika unsur dan kadar logam berat yang paling banyak dalam kimbah pewarna batik adalah chromiun dan kobalt.  Keracunan kobalt dapat terjadi apabila tubuh menerima kobalt dalam konsentrasi tinggi (150 ppm atau lebih). Kobalt dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia akan merusak kelenjar tiroid (gondok) sehingga penderita akan kekurangna hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut.  Kobalt juga dapat menyebabkan gagal jantung dan edema (pembengkakan jaringan akibat akumulasi cairan dalam sel).
Khromium selain bersifat iritan juga korosif. Letak luka biasa di akar kuku, persendian dan selaput antara jari, bagian belakang tangan dan lengan. Karakteristik luka karena krom mula-mula melepuh (papulae) kemudian terbentuk luka dengan tepi yang meninggi dan keras. Selain itu pajanan lebih dari 20 µg/m3 dapat mengakibatkan kerusakan pada tubulus renalis. Gangguan pada ginjal terjadi setelah menghirup dan menelan kromium. Kenaikan kadar Beta-2 mikroglobulin dalam urin merupakan indikator adanya kerusakan tubulus. Urinary treshold untuk efek nefrotik diperkirakan 15 µg/gram kreatinin. Pemajanan akut kromium dapat menyebabkan nekrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh tersiram asam kromat akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. Pemajanan akut kromium dapat menyebabkan nekrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh tersiram asam kromat akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. Studi epidemiologi secara kohort jelas menunjukkan adanya daya karsinogen pada khromium. Bahwa kromium (VI) sebagai penyebab kanker paru, sedangkan kromium (III) tidak. Kanker paru timul 20 ahun setelah terpajan kromium dengan jangka waktu pemajanan sekitar 2 tahun.
Bahan kimia yang tersuspensi dalam air limbah textile dari industri batik pada Desa Tirtomulyo harus ditanggulangi, sebab dapat merusak estetika lingkungan (sungai bedog) dan mencemari sungai yang berakibat matinya biota air. Serta bahaya juga berakibat pada manusia yang kontak dengan air sungai tersebut, banyak penyakit yang dapat ditimbulkan dan dapat membahayakan jiwa manusia. Untuk menanggulangi kadar COD yang ada pada limbah dapat dilakukan dengan cara yang sederhana namun efektif yaitu dengan melakukan proses filtrasi dan dengan menggunakan biofilter.
1.      Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan campuran solida likuida melalui media porus di mana solida tersebut tertahan di dalam media dan likuida yang dilewatkan (Degremont, 1991). Dalam proses filtrasi terjadi aktivitas kimia yaitu proses di mana zat kimia tertentu dapat melarut karena teroksidasi bahkan terurai menjadi bahan senyawa yang tidak larut pada saat penyaringan (malleviale. 1996).
Pada proses filtrasi ini dapat dengan mudah diterapkan di setiap rumah home industri batik sebagai langkah awal sebelum dilakukan proses selanjutnya. Proses filtrasi ini merupakan proses sederhana dan tidak mahal sehingga tidak membebani setiap home industri batik. Proses filtrasi bisa menggunakan banyak cara yaitu dengan pasir dan arang aktif, bottom ash limbah batu bara, menggunakan kombinasi dari batubata pasir krikil ijuk dan arang.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rosyida (2011), penggunaan bottom ash batu bara diperoleh hasil filtrasi yang baik, dapat dilihat dari penurunan kadar COD dimana bottom ash batu bara dapat menurunkan kadar COD hingga sebesar 54,1%. Jika kesulitan untuk mendapatkan batu bara dapat pula dilakukan hal sederhana untuk mengurangi kadar cemaran secara fisika dengan cara sederhana yaitu dengan memanfaatkan media krikil, pasir, ijuk, arang tempurung kelapa. Cara membuatnya adalah sebagai berikut :
a.       Siapkan 2 buah ember besar atau tendon air
b.      Pada ember pertama di taruh secara berurutan yaitu ijuk 1,5 CM, pasir 17,5 CM, Kerikil 4,5 CM, ijuk, 6,5 cm, pasir 13 cm, arang tempurung 8 cm, ijuk 7 cm, kerikil 13 cm dan sisakan sekitar 10 cm paling dasar untuk menampung air yang sudah jernih. Semakin tebal tumpukan bahan-bahan tersebut hasilnya akan semakin jernih.
c.       Dimasukkan ke ember kedua, setelah  itu dialirkan lagi menggunakan selang ke ember pertama untuk refiltrasi hingga hasilnya lebih jernih. Semakin diulangi hasil semakin jernih.
d.      Setelah dirasa cukup jernih bisa di buang ke sungai atau dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
Dengan proses filtrasi yang sederhana ini dapat menghilangkan zat-zat padat dan menghilangkan bau, meskipun tidak memiliki hasil seperti proses yang rumit lainnya namun ini bisa jadi langkah awal yang bisa digunakan oleh warga dalam mengolah limbah textilenya sendiri. Proses filtrasi yang sederhana ini dapat diterapkan disetiap rumah industri textile untuk pengolahan awal agar limbah textile tidak langsung dibuang kesungai melainkan sudah melalui proses pengolahan meskipun tidak maksimal.
2.      Biofilter
Biofilm atau biofilter adalah pengolahan air limbah dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang didalamnya diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Pengolahan air limbah dilakukan dengan cara mengoperasikan reaktor biologis yang terdiri dari bak pengendapan awal, biofilter anaerob, biofilter aerob serta bak pengendapan akhir. Skema proses pengolahan serta ukuran rekator ditunjukkan seperti pada Gambar 1. Lebar reaktor 30 cm, panjang reaktor 130 cm, dan tinggi 50 cm. Volume efektif rekator 156 liter. 












Gambar 1.1
Pengolahan air limbah dengan biofilter
limbah pencelupan tekstil yang digunakan untuk penelitian.  Air limbah di tampung ke dalam tangki penampung, selanjutnya dialirkan ke bak  pengendapan awal. Dari bak pengendapan awal air limbah dialirkan ke biofilter anaerob. Biofilter anaerob terdiri dari dua ruangan yang diisi dengan media plastik sarang tawon. Arah aliran di dalam biofilter anaerob adalah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Air limpasan dari biofilter anaerob selanjutnya masuk ke biofilter aerob. Di dalam biofilter aerob juga diisi dengan media sarang tawon dengan arah aliran dari atas ke bawah, sambil dihembus dengan udara menggunakan blower. Selanjutnya, air limbah masuk ke bak pengendapan akhir melalui bagian bawah bak. Air limbah di dalam bak pengadapan akhir sebagian disirkulasi ke biofilter aerob dengan ratio sirkulasi hidrolik (Hydaulic Recycle Ratio, HRR ) sama dengan 1 (satu). Air limpasan dari bak pengendapan akhir merupakan air olahan.
Menurut hasil penelitian Said (2002), kadar COD yang tingginya hingga mencapai 3763,60 Mg/l dapat diturunkan hingga mencapai 217 mg/l dengan konsentrasi zat tersuspensi yang awalnya 2105 mg/l turun hingga 138 mg/l dan konsentrasi warna 1350 pt-co turun menjadi 149 pt-co. Dengan demikian efisiensi total penghilangan COD hingga 94,23%. Proses Biofilter cenderung membutuhkan bahan dan biaya yang tidak sedikit oleh sebab itu dari pemerintah daerah harus menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk membuat biofilter ini. Apabila tidak ingin berurusan dengan pemerintah maka dari home industri harus bergotongroyong untuk membuat biofilter yang cukup besar untuk menampung seluruh limbah textile untuk diolah dalam satu tempat. Dengan pengolahan yang terpusat dan bersama-sama, biaya dapat diminimalisir dan dapat dikoordinasi dengan mudah dalam proses pengolahan limbahnya.
Gambar 1.2
Pengolahan limbah dengan teknik biofilter secara terpusat dari rumah-rumah




BAB V
PENUTUP

A.    Simpulan
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Limbah air pada industry tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Pencemaran limbah Tekstil diantaranya Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn,Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing),Pigmen,Limbah Asam dan Limbah Basa.
Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Kadar COD yang terlalu tinggi atau melewati batas maksimum bisa mengakibatkan berbagai dampak negatif baik bagi lingkungan maupun manusia itu sendiri.
Tingkat COD di sungai bedog setelah diukur dengan metode refluks terbuka secara titrimetri didapatkan hasil 5000 mg/l (sangat tinggi) dan melebihi dari standar yang ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY batas maksimal nilai COD golongan II adalah 25 mg/L sedangkan nilai COD sungai bedog adalah 5000  mg/L. Hal ini dapat disimpulkan nilai COD pada sungai bedog sudah melebihi ambang batas aman dan diperlukan usaha untuk menanggulanginya.
Penanggulangan tingginya kadar COD dapat dilakukan salah satunya dengan teknik Filtrasi dan dengan Biofilter. Teknik ini dirasa cukup efektif dan efisien karena mengingat bisa diterapkan dengan mudah pada industri kecil dan harga dari alat serta bahannya cukup murah dan terjangkau masyarakat.


B.     Saran
1.      Bagi Pemerintah
Pengawasan lebih ketat perlu diterapkan pemerintah tidak hanya pada industri besar tapi juga pada industri kecil seperti home industri. Pemerintah diharapkan melakukan pengawasan secara berkala serta membantu masyarakat dalam hal pembuatan biofilter dan mengadakan pelatihan perancangan alat, perawatan alat lewat instansi terkait.
2.      Bagi masyarakat
Masyarakat harus bisa membuat teknik filtrasi yang sederhana dirumah untuk pengolahan proses awal limbah dan rutin dalam perawatannya. Hal ini dilakukan guna mengurangi tingkat cemaran yang ada pada air jika tidak adanya biofilter. Akan lebih baik lagi jika masyarakat mau untuk mengkombinasikan kedua metode tersebut (filter dan biofilter) dimana dilakukan proses filtrasi terlebih dahulu di rumah-rumah warga yang kemudian dialirkan ke biofilter untuk mendapatkan hasil buangan limbah yang jauh lebih baik.
3.      Bagi Home industry
Harus menerapkan pengolahan Limbah baik secara Filtrasi maupun Biofilter agar sungai Bedog tidak tercemar limbah tekstil industri seperti kadar COD yang tinggi.



DAFTAR PUSTAKA
Alaerts. 1984. “Metode Penelitian Air”. Surabaya: Usaha Nasional.
Emdi. 1994. “Limbah Cair Berbagai Industri Di Indonesia : Sumber , Pengendalian, dan Baku mutu”. Jakarta : Bapedal.
Fardiaz, S. 1992. “Mikrobiologi Pangan”. Yogyakarta: Kanisius
Gabriel J.F. 2001. “Fisika Lingkungan”. Jakarta : Hipokrates.
Zulkifli, Hilda. 2009. Status Kualitas Sungai Musi Bagian Hilir Ditinjau Dari Komunitas Fitoplankton. Berkala Penelitian Hayati. 15(1): 5-9.
Mahida N.U. 1986. “Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri”. Jakarta : CV. Rajawali.
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001. “Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
Siregar, A.S. 2008. “Instalasi Pengolahan Air Limbah”. Yogyakarta : Kanisius.
Wardhana. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi

No comments:

Post a Comment