BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
WHO menetapkan
bahwa abortus termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi yang perlu
mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab penderitaan wanita di seluruh
dunia. Masalah abortus mendapat perhatian penting dalam kesehatan masyarakat
karena berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Setiap tahun,
diperkirakan terjadi 79 juta kehamilan yang tidak diinginkan (unintended
pregnancy). Lebih dari setengah kehamilan tersebut berakhir dengan abortus
(Nojomi, 2006).
Pada 1995, angka
abortus di seluruh dunia adalah sekitar 35 per 1000 wanita yang berusia 15-44
tahun. Dari seluruh kehamilan (selain keguguran dan lahir mati), 26% berakhir
dengan abortus. Sekitar 44% abortus di dunia adalah ilegal, 64% abortus legal
dan hampir 95% abortus ilegal terjadi di negara berkembang (Henshaw, 1999).
Setiap tahun, sekitar 500.000 ibu meninggal karena sebab- sebab yang berkaitan
dengan kehamilan. Sebagian besar kematian terjadi di negara berkembang dan
sebagian disebabkan oleh abortus yang tidak aman. Sekitar 25% kematian ibu di
Asia, 30-50% kematian ibu di Afrika dan Amerika Latin disebabkan oleh abortus
yang disengaja (Nojomi, 2006).
Angka abortus
tidak aman di Asia Tengah Selatan dan Asia Tenggara hampir sama besar sekitar 20
per 1000 wanita usia reproduktif. Diperkirakan hampir 3 juta abortus tidak aman
terjadi di Asia Tenggara dan menyebabkan 8000 ibu meninggal (WHO, 1998). Sampai
saat ini, data yang komprehensif tentang kejadian abortus di Indonesia belum
ada. Berbagai data yang diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan
yang relatif terbatas. Diperkirakan tingkat abortus di Indonesia adalah sekitar
2 sampai dengan 2,6 juta kasus per tahun, atau 43 abortus untuk setiap 100
kehamilan. Diperkirakan pula bahwa 30% di antara abortus tersebut dilakukan
oleh penduduk usia 15-24 tahun. Data SDKI yang mencakup perempuan kawin usia
15-49 tahun menemukan bahwa tingkat abortus pada tahun 1997 diperkirakan 12%
dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan
hasil analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003 (Wilopo,
2005).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan
aborsi ?
2. Apa
saja saja jenis-jenis
dari aborsi ?
3. Bagaimana epidemiologi aborsi berdasarkan (usia,tempat, orang dan waktu)
?
4. Bagaimana analisis aborsi berdasarkan
hukum, kesehatan dan agama?
5. Apa saja solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian aborsi?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian aborsi
2. Menganalisis apa saja jenis-jenis aborsi
3. Mendeskripsikan epidemiologi dari aborsi berdasarkan
usia, tempat, orang dan waktu
4. Menganalisis aborsi dari segi hukum, kesehatan dan
agama
5.
Mengetahui
solusi apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi aborsi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aborsi
Abortus provocatus adalah istilah latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam rahim seorang perempuan hamil. Karena itu, abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
kandungan hamil dengan spontan gugur. Jadi, perlu dibedakan anatara abortus
yang disengaja dengan abortus spontan. Untuk menunjukkan pengguguran kandungan,
istilah yang paling populer sekarang adalah aborsi, yang tentunya dibentuk
berdasarkan kata inggris abortion (Bertens, 2002).
Abortus adalah
ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan, yaitu sebelum usia kehamilan 28 minggu dan sebelum berat janin
mencapai 1000 gram (Depkes RI, 1996).
B.
Jenis-Jenis Aborsi
1.
Menurut terjadinya, abortus dibedakan menjadi:
a. Abortus
spontan, merupakan abortus yang berlangsung tanpa suatu tindakan apapun
b. Abortus
buatan, ialah pengakhiran kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu,
sebagai akibat suatu tindakan.
c. Abortus
terapeutik, ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medic.
d. Abortuis
kriminalis, ialah abortus buatan yang dilakukan bukan atas indikasi medic,
melainkan semata-mata untuk menggugurkan kandungan karena kehamilan yang tidak
dikehendaki.
2. Menurut
gambaran kliniknya, abortus dibedakan atas:
a. Abortus
imminens, ialah abortus pada tingkat permulaan, yaitu peristiwa terjadinya
pendarahan dari uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu dengan atau tanpa
kontraksi uterus, dengan hasil konsepsi yang masih utuh di dalam uterus serta
ostrium uteri masih tertutup.
b. Abortus
insipiens ialah abortus yang sedang mengancam di mana telah terjadi pendataran
serviks dan ostrium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
berada di dalam kavum uteri.
c. Abortus
komplit, ialah abortus di mana seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri.
d. Abortus
inkomplit ialah abortus di mana telah terjadi pengeluaran sebagian hasil
konsepsi dari uterus, namun masih ada yang tertinggal dalam kavum uteri.
e. Abortus
habitualis, ialah suatu keadaan dimana terjadi abortus spontan tiga kali atau
lebih berturut-turut.
C.
Epidemiologi Aborsi (orang, tempat, dan waktu)
1.
Epidemiologi
kejadian aborsi tidak aman (unsave abortion) perbandingan dunia dan di
indonesia (Tempat)
Aborsi di dunia 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan
aborsi) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total
perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Di wilayah
asia resiko kematian akibat aborsi tidak aman diperkirakan 1 banding 3700. Di
wilayah asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap
tahun, dan sekitar 750 ribu sampai 1,5 juta terjadi di indonesia, dimana 2500
diantaranya berakhir dengan kematian. Angka aborsi di indonesia diperkirakan
mencapai 2,3 juta pertahun dan sekitar 750 ribu diantaranya dilakukan oleh
remaja (WHO, 2004).
Survey terakhir tahun 2008 di 33 provinsi oleh badan koordinasi keluarga
berencana nasional (BKKBN) dilaporkan 63% remaja di Indonesia pada usia antara
SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah ironisnya 21%
diantaranya dilaporkan melakukan aborsi (Bkkbn, 2008).
2.
Epidemiologi
berdasarkan karakteristik orang
Aborsi dilakukan olah pihak wanita, secara langsung
dan tidak langsung wanita memiliki peran. Data berkaitan dengan aborsi menurut
usia didapati penelitian bahwa hampir setiap orang yang melakukan aborsi
berusia lebih dari 20 tahun (58% berusia lebih tua dari 30 tahun), dan hampir
separuh dari perempuan-perempuan tersebut sudah memiliki paling sedikit 2 anak.
3.
Epidemiologi
berdasarkan karakteristik waktu
Hasil riset Allan Wuttmacher Institute (1989)
melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini
memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105
nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam kandungan.
Aborsi tetap saja menjadi masalah kontroversial tidak
saja dari sudut pandang kesehatan tetapi juga dari sudut pandang hukum dan
agama. Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi medis yang berkaitan dengan
ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada si ibu,
misalnya Tuberkulosis Paaru Berat, Asma, Diabetes, Gagal Ginjal, Hipertensi dan
bahkan biasanya dikalangan pecandu (ibu yang terinfeksi virus). Aborsi
dikalangan remaja masih merupakan hal yang tabu yang jangankan untuk dibicarakan
apalagi untuk dilakukan.
Aborsi dilakukan menurut 3 jalan
1.
ME
(Menstrual Extraction) : dilakukan 6 miggu dari mesntruasi terakhir dengan
penyedotan
2.
Diatas
12 minggu masih dianggap normal dan termasuk tindakan aborsi yang sederhana
3.
Aborsi
diatas 18 minggu, tidak dilakukan di klinik tetapi di rumah sakit besar
D.
Analisis Berdasarkan Hukum, Kesehatan dan Agama.
1.
Analisis
Berdasarkan Hukum
Kesehatan
reproduksi diatur di dalam UU yang lama maupun yang baru. Pada waktu
dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Poin yang dibahas pada Pasal 15
ini adalah dihalalkannya “aborsi”
dengan alasan adanya indikasi medis. Tindakan aborsi juga diatur dengan
beberapa syarat yang harus dipenuhi dan sempat menjadi pro dan kontra saat itu.
Pada prinsipnya aborsi dilarang untuk dilakukan
kecuali jika ada alasan medis maka diperbolehkan sebab dapat mengancam nyawa
ibu dan bayi. Dapat juga kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tindakan aborsi hanya
dapat dilakukan setelah melalui konseling dan atau/ penasihatan pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Aturan
mengenai aborsi mengikat seperti yang dijelaskan pada pasal 76, aborsi hanya
dapat dilakukan: sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan; dan dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
Pada
Undang-undang kesehatan yang baru
pengaturannya lebih luas, karena ditambah untuk korban perkosaan, dengan alasan
menimbulkan dampak psikologis bagi si korban. Dalam hal ini tenaga kesehatan
juga harus berhati-hati menyikapi pasal ini, agar dengan alasan perkosaan dapat
menghalalkan untuk
dilakukan tindakan aborsi. Jika ini terjadi, maka tenaga kesehatan telah
menyalahi aturan hukum, juga sudah melanggar sumpah jabatan dan kode etika untuk
tujuan tertentu. Jadi, walaupun aborsi dibolehkan, tetapi dengan rambu-rambu
yang sangat ketat dan melindungi baik pasien dan tenaga kesehatan.
2.
Analisis
Berdasarkan Kesehatan
Wanita yang mendapat kehamilan tak diinginkan
kebanyakan memilih jalan aborsi untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini tentu
membahayakan dan memiliki dampakan buruk di kemudian hari. Aborsi juga bisa
terjadi karena kehamilan yang bermasalah sehingga mau tidak mau harus segera
digugurkan. Ini dampak aborsi pada kesehatan :
Dampak pada kesehatan wanita
a)
Kerusakan
kanker leher Rahim
Hal ini terjadi karena leher Rahim robek akibat penggunaan alat aborsi.
b)
Pendarahan
hebat
Ini adalah resiko yang sering dialami wanita yang aborsi. Pendarahan
terjadi karena leher Rahim robek dan terbuka lebar. Tentunya hal ini sangat
membahayakan jika tidak ditangani dengan cepat.
c)
Infeksi
Penggunaan peralatan medis yang tidak steril kemudian dimasukkan dalam
Rahim bisa menyebabkan infeksi. Selain itu infeksi juga di sebabkan jika masih
ada bagian janin yang tersisa dalam Rahim.
d)
Kematian
Kehabisan banyak darah akibat pendarahan dan infeksi bisa membuat sang
ibu meninggal.
e)
Resiko
kangker
Karena
leher Rahim yang robek dan rusak bisa meningkatkan resiko kangker serviks. Ada
pula resiko kangker lainnya seperti kangker payudara, indung telur dan hati.
Dampak pada kehamilan
selanjutnya :
Tak bisa dipungkiri, tindakan
aborsi akan mempengaruhi kehamilan anda selanjutnya. Resiko yang palung sering
terjadi adalah kelahiran premature pada kelahiran berikutnya.
Dampak psikologis :
a)
Perasaan
bersalah dan berdosa
b)
Depresi
c)
Trauma
d)
Ingin
bunuh diri
e)
Rasa
menyesal mendalam dan tak punya harga diri (Merdeka, 2013)
3.
Analisis
Berdasarkan Agama
Majelis
ulama Indonesia sudah mengeluarkan Fatwa tentang aborsi paa tanggal 12 Rabi’ul akhir
1426 H, bertepatan dengan tanggal 21 Mei 2005, sebagai berikut (Dewi dan
Suhandi, 2011):
a) Bahwa
akhir-akhir ini banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan oleh mayarakat
tanpa memperhatikan tunutnan agama.
b) Bahwa
aborsi tersebut banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki
kompetensi sehingga menimbulkan banhaya bagi ibu yang mengandungnya dan bagi
mayarakat pada umumnya.
c) Bahwa
aborsi sebagaimana yang terdapat pada poin a dan b telah menimbulkan pertanyaan
masyarakat tentang hukum melakukan aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah
boleh dalam kondisi tertentu
d)
Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu
menetapkan Fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan pedoman.
Kemudian mengingat
firman Allah SWT, dalam surat Al- An’am 1521, Al- Isra 31, Al-Furqan 67-71,
Al-Hajj 5, Al-Mukminun 12-14, dan hadis nabi riwayat Bukhori dari Abdullah RA,
Hadis nabi riwayat ibnu Majjah. Ditinjau dari hukum islam aborsi juga
menimbulkan banyak perbedaan pendapat baik menurut mahzab hanafi, maliki,
Mahzab Syaii dan juga mahzab Hambali pada prinsipnya aborsi diharamkan tetapi
berdasar ijtihad para ulama,dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan yang berwenang berdasar indikasi medis menyelamatkan jiwa ibu.
E.
Solusi Untuk Mengurangi Aborsi
Rekomendasi
Kebijakan dalam konteks menurunkan AKI dan memperbaiki sistem kesehatan ibu dan
kebijakan sebagai berikut:
1. Pemerintah
perlu meningkatkan anggaran program pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi sebesar 3% dari total anggaran sektor kesehatan dalam APBN 2014. Saat ini dalam kebijakan anggaran
kesehatan, program pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi hanya
mendapatkan anggaran sebesar Rp. 124 Milyar atau sekitar 0,27 % dari total
anggaran sektor kesehatan dalam APBN. Angka ini sangat kecil bila dibandingkan
dengan permasalahan yang dihadapi saat ini dengan melonjaknya AKI. Pemerintah
perlu mengalokasikan anggaran 3% dari total anggaran sektor kesehatan untuk
intervensi program sehingga AKI bisa turun menjadi 280 per 100.000 kelahiran
hidup tahun 201413
2. Revitalisasi
program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) di Indonesia. Kini saatnya pemerintah melakukan
perbaikan dalam desain program KKB.Selama ini koordinasi. kelembagaan dan tata
kelola antara pusat-daerah lemah. Perlu ada perubahan dalam mekanisme tata
kelola terhadap program KKB. BKKBD wajib ada disetiap propinsi dan
kabupaten/kota karena inilah yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan
program KKB. Fungsi anggaran juga harus jelas dan memadai untuk mendukung
program KKB. Selama ini, kebijakan KKB selalu terkendala dengan minimnya
alokasi anggaran. Bukan hanya AKI yang akan tertangani atau karena fokus
MDGs,hal ini merupakan bagian vital dalam desain pembangunan Indonesia ke
depan.
3. Pemerintah
pusat perlu mendorong setiap pemerintah daerah untuk membuat Rencana Aksi
Daerah (RAD) Penurunan AKI. RAD
merupakan implementasi dari Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan AKI yang
dibuat pemerintah pusat untuk mempercepat penurunan AKI paska kenaikan AKI
dalam SDKI 2012. RAD sangat penting dalam implementasi RAN karena daerah
merupakan ujung tombak terhadap penurunan AKI. RAD harus bisa diimplementasikan
dalam agenda pembangunan kesehatan ibu dan anak di daerah. Agar lebih efektif
maka setiap daerah perlu di dorong regulasi bisa berupa Peraturan Daerah,
Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota atau Peraturan Bupati yang penting ada
payung hukumnya seperti yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Takalar
dan Kabupaten Kupang. Pemerintah pusat dapat melakukan supervisi kepada daerah
baik berupa program asistensi atau transfer anggaran ke daerah dalam rangka
mempercepat penurunan AKI di Indonesia (Saputra. 2013).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BKKBN. 2008. Kajian
profil penduduk remaja (10-24 tahun). Pusat penelitian dan pengembangan
kependudukan dan keluarga berencana nasional.seri 1no.60/ pusdu-BKKBN/Desember
2011.
Bertens K. 2002. Aborsi
sebagai masalah etika. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Depkes RI. 1996. Kedaruratan
kebidanan buku ajar untuk program pendidikan bidan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Nojomi M, Akbarian A, Ashory-Moghadam S. 2006. Burden
of abortion: induced and spontaneous. Arch
Iranian Med ; 9: 39-45.
Henshaw SK, Singh S, Haas T. 1999. The incidence of
abortion worldwide. Int Fam Plan Perspect
; 25: S30-S38.
Ratna Winahyu Lestari Dewi dan Suhandi.
2011. “Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan Dalam Perspektif Etika Profesi
Kedokteran, Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan” dalam perspektif
Edisi April 2011.
WHO. 2004. Unsave abortion: the preventable pandemic.
(online). www.who.int/reproductive-health. Diakses pada 16 november 2015 pukul 1743 WIB.
Wiko Saputra. 2013. “Angka Kematian Ibu
(AKI) Melonjak, Indonesia Mundur 15 Tahun” dalam Prakarsa Edisi Oktober 2013.
Wilopo SA.
Makalah kunci. Seminar kita selamatkan remaja dari abortus dalam rangka
pemantapan keluarga berkualitas 2015. Medan, 11 April 2005.
World Health
Organization.1998. Unsafe abortion: global and regional estimates of incidence
of and mortality due to unsafe abortion with a listing of available country
data. Third Edition. Geneva: Division of
Reproductive Health (Technical Support) ; WHO/RHT/MSM/97.16-1997.
Wuttmacher,
Allan. 1989. Introducing to Abortus. New
York: The Allan Wuttmacher Institute
No comments:
Post a Comment