A.
Pengertian Diagram Fishbone
Diagram
fishbone (diagram tulang ikan — karena
bentuknya seperti tulang ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram
atau Ishikawa Diagram diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang
ahli pengendalian kualitas dari Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas
dasar (7 basic quality tools). Diagram fishbone digunakan ketika
kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan terutama ketika
sebuah team cenderung jatuh berpikir pada rutinitas (Tague, 2005).
Suatu tindakan dan langkah improvement
akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah sudah
ditemukan. Manfaat diagram fishbone ini dapat menolong kita untuk
menemukan akar penyebab masalah secara user friendly, tools yang user
friendly disukai orang-orang di industri manufaktur di mana proses di
sana terkenal memiliki banyak ragam variabel yang berpotensi menyebabkan
munculnya permasalahan (Purba, 2008).
Menurut
Purba (2008), diagram fishbone dapat mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau
masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming.
Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup
manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori
mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
B. Manfaat Diagram
Fishbone
Fungsi dasar diagram fishbone (tulang ikan) adalah untuk
mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari
suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya. Sering dijumpai
orang mengatakan “penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus harus
menguji apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apakah memperbesar
atau menguranginya akan memberikan hasil yang diinginkan (Tague, 2005).
Menurut Gaspersz dan
Fontana (2011) diagram fishbone
memberi banyak keuntungan bagi dunia bisnis. Selain memecahkan masalah kualitas
yang menjadi perhatian penting perusahaan, masalah – masalah klasik lainnya
juga terselesaikan. Masalah–masalah klasik yang ada di industri manufaktur
khusunya antara lain adalah:
1. Keterlambatan proses produksi
2. Tingkat defect
(cacat) produk yang tinggi
3. Mesin produksi yang sering mengalami trouble
4. Output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat
kacaunya plan produksi
5. Produktivitas yang tidak mencapai target
6. Complain pelanggan yang terus berulang.
Namun, pada dasarnya diagram fishbone dapat dipergunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan berikut:
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu
masalah
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu
masalah
3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih
lanjut
4. Mengidentifikasi tindakan (bagaimana) untuk
menciptakan hasil yang diinginkan
5. Membahas issue
secara lengkap dan rapi
6. Menghasilkan pemikiran baru.
Jadi ditemukannya diagram fishbone memberikan kemudahan dan
menjadi bagian penting bagi penyelesaian masalah yang mucul bagi perusahaan. Penerapan
diagram fishbone dapat memberikan
kemudahan untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di
industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel
yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan
“penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan
akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas
dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan
mencari “akar” permasalahan sebenarnya (Gaspersz dan Fontana, 2011).
Apabila ingin menggunakan
diagram fishbone, kita terlebih
dahulu harus melihat di departemen, divisi dan jenis usaha apa diagram ini
digunakan. Perbedaan departemen, divisi dan jenis usaha juga akan mempengaruhi
sebab – sebab yang berpengaruh signifikan terhadap masalah yang mempengaruhi
kualitas yang nantinya akan digunakan (Robbins dan Mary, 2012).
C. Kelebihan dan Kekurangan Diagram Fishbone
Kelebihan diagram fishbone adalah dapat menjabarkan setiap
masalah yang terjadi dan setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat
menyumbangkan saran yang mungkin menjadi penyebab masalah tersebut. Sedangkan
untuk kekurangan diagram fishbone
adalah opinion based on tool dan di
design membatasi kemampuan tim / pengguna secara visual dalam menjabarkan
masalah yang mengunakan metode “level why”
yang dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar – benar besar untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting digunakan untuk
memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar pada diagram tersebut.
D. Langkah-Langkah Pembuatan Diagram Fishbone
Menurut
DitjenNak (2000), pembuatan diagram
fishbone kemungkinan akan menghabiskan waktu sekitar 30-60 menit
dengan peserta terdiri dari orang-orang yang kira-kira mengerti/paham tentang
masalah yang terjadi, dan tunjuklah satu orang pencatat untuk mengisi diagram fishbone.
Alat-alat yang perlu disiapkan adalah: flipchart atau whiteboard
dan marking pens atau spidol.
Langkah 1:
Menyepakati pernyataan masalah
1. Sepakati sebuah pernyataan masalah (problem
statement). Pernyataan masalah ini diinterpretasikan sebagai “effect”, atau
secara visual dalam fishbone seperti “kepala ikan”.
2. Tuliskan masalah tersebut di tengah whiteboard
di sebelah paling kanan, misal: “Bahaya Potensial Pembersihan Kabut Oli”.
3. Gambarkan sebuah kotak mengelilingi tulisan pernyataan
masalah tersebut dan buat panah horizontal panjang menuju ke arah kotak (lihat
Gambar 1).
Gambar 1.
Pembuatan Diagram Fishbone
— Menyepakati Pernyataan Masalah
Langkah 2: Mengidentifikasi
kategori-kategori
1. Dari garis horisontal utama, buat garis diagonal yang
menjadi “cabang”. Setiap cabang mewakili “sebab utama” dari masalah yang
ditulis. Sebab ini diinterpretasikan sebagai “cause”, atau secara visual dalam fishbone
seperti “tulang ikan”.
2. Kategori sebab utama mengorganisasikan sebab
sedemikian rupa sehingga masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori ini
antara lain:
a. Kategori 6M yang biasa digunakan dalam industri manufaktur:
1) Machine
(mesin atau teknologi),
2) Method
(metode atau proses),
3) Material
(termasuk raw material, consumption, dan informasi),
4) Man Power
(tenaga kerja atau pekerjaan fisik) / Mind Power (pekerjaan
pikiran: kaizen, saran, dan sebagainya),
5) Measurement
(pengukuran atau inspeksi), dan
6) Milieu
/ Mother Nature (lingkungan).
b. Kategori 8P yang
biasa digunakan dalam industri jasa:
1) Product
(produk/jasa),
2) Price
(harga),
3) Place
(tempat),
4) Promotion
(promosi atau hiburan),
5) People
(orang),
6) Process
(proses),
7) Physical Evidence (bukti fisik), dan
8) Productivity & Quality (produktivitas dan kualitas).
c. Kategori 5S
yang biasa digunakan dalam industri jasa:
1) Surroundings (lingkungan),
2) Suppliers
(pemasok),
3) Systems
(sistem),
4) Skills
(keterampilan), dan
5) Safety
(keselamatan).
3. Kategori di atas hanya sebagai saran, kita bisa
menggunakan kategori lain yang dapat membantu mengatur gagasan-gagasan. Jumlah
kategori biasanya sekitar 4 sampai dengan 6 kategori. Kategori pada contoh ini
lihat gambar 2.
Gambar 2.
Gambar 2.
Pembuatan Diagram Fishbone — Mengidentifikasi Kategori-Kategori
Langkah3:
Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming
1. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu
diuraikan melalui sesi brainstorming.
2. Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan bersama-sama di
mana sebab tersebut harus ditempatkan dalam diagram fishbone, yaitu
tentukan di bawah kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan, misal:
“Mengapa bahaya potensial? Penyebab: Karyawan tidak mengikuti prosedur!” Karena
penyebabnya karyawan (manusia), maka diletakkan di bawah “Man”.
3. Sebab-sebab ditulis dengan garis horisontal sehingga
banyak “tulang” kecil keluar dari garis diagonal.
4. Pertanyakan kembali “Mengapa sebab itu muncul?”
sehingga “tulang” lebih kecil (sub-sebab) keluar dari garis horisontal tadi,
misal: “Mengapa karyawan disebut tidak mengikuti prosedur? Jawab: karena tidak
memakai APD” (lihat Gambar 3).
5. Satu sebab bisa ditulis di beberapa tempat jika sebab
tersebut berhubungan dengan beberapa kategori.
Gambar 3.
Pembuatan Fishbone Diagram —
Menemukan Sebab-Sebab Potensial
Langkah 4:
Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling mungkin
1. Setelah setiap kategori diisi carilah sebab yang
paling mungkin di antara semua sebab-sebab dan sub-subnya.
2. Jika ada sebab-sebab yang muncul pada lebih dari satu
kategori, kemungkinan merupakan petunjuk sebab yang paling mungkin.
3. Kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab
yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan , “Mengapa ini sebabnya?”
4. Pertanyaan “Mengapa?” akan membantu kita sampai pada
sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi.
5. Tanyakan “Mengapa ?” sampai saat pertanyaan itu tidak
bisa dijawab lagi. Kalau sudah sampai ke situ sebab pokok telah terindentifikasi.
6. Lingkarilah sebab yang tampaknya paling memungkin pada
diagram fishbone (lihat Gambar 4).
Gambar 4.
Pembuatan Fishbone Diagram —
Melingkari Sebab yang Paling Mungkin
Diskusi selama sesi brainstorming hendaknya dirangkum, seperti
terlihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Rangkuman diskusi pada sesi brainstorming fishbone diagram
Possible Root Cause
|
Discussion
|
Root Cause?
|
MAN
|
||
Kemampuan karyawan melakukan tugas
(cedera lama, fisik)
|
Cedera personil teridentifikasi saat
briefing K3*. Pelaksanaan tugas tidak tergantung pada fisik.
|
N
|
Tidak tahu prosedur K3
|
Awareness training di OJT sudah disediakan
|
N
|
Tidak mengikuti prosedur K3
|
Karyawan baru di-briefing K3 dan
sistem penalti
|
N
|
Tidak menghadiri training K3
|
Pelatihan K3 diberikan dalam orientasi
dan OJT
|
N
|
MACHINE / TOOLS
|
||
Tinggi tempat kerja rendah
|
Bukan akar masalah jika metode dapat
diubah
|
N
|
Part sudah usang
|
Tidak ada part usang menyebabkan
insiden
|
N
|
Tidak ada tanda bahaya
|
Tanda bahaya sudah ada
|
N
|
METHOD
|
||
Prosedur tidak diperbaharui
|
Review prosedur rutin setahun sekali
|
N
|
Tidak ada prosedur K3
|
Prosedur meliputi prosedur K3 untuk
semua kegiatan
|
N
|
Prosedur K3 salah
|
Prosedur sudah ditinjau oleh supervisor,
manajer, dept. Head
|
N
|
Prosedur K3 membingungkan
|
Prosedur sudah ditinjau oleh supervisor,
manajer, dept. Head
|
N
|
Prosedur terlalu
manual
|
Bag dipegang operator,
perlu memastikan tidak ada kebocoran oli, dll.
|
Y
|
Tidak ada komunikasi K3
|
Disertakan dalam OJT
|
N
|
MATERIAL
|
||
APD** yang salah
|
Verifikasi dengan vendor sebelum membeli
|
N
|
Material yang tidak
bisa diandalkan bahan (bag kimia)
|
Bag plastik rentan robek
bila menyentuh objek tajam
|
Y
|
Kualitas rendah (pipa, APD, bag
kimia)
|
Verifikasi dengan vendor sebelum membeli
|
N
|
Material yang digunakan salah (pipa,
APD, bag kimia)
|
Verifikasi dengan vendor sebelum membeli
|
N
|
Tidak ada APD yang disediakan
|
APD sudah disediakan untuk semua
aktivitas berbahaya
|
N
|
*) K3= Kesehatan dan Keselamatan Kerja
**) APD = Alat Pelindung Diri
Dari contoh di atas, diagram fishbone dapat
menemukan akar permasalahan, yaitu kabut oli selama ini dibersihkan dengan
ditampung di bag plastik yang rentan robek dan selama tidak ada bag
plastik ada kemungkinan oli menetes jika kran rusak, solusi bisa dengan
menambahkan containment tray atau safety cabinet yang permanen
menempel pada pipa.
Jika masalah rumit dan waktunya memungkinkan, kita
bisa meninggalkan diagram fishbone di dinding selama beberapa hari untuk
membiarkan ide menetas dan membiarkan orang yang lalu lalang turut
berkontribusi. Jika diagram fishbone terlihat timpang atau sempit,
kita bisa mengatur ulang diagram fishbone dengan kategori sebab
utama yang berbeda. Kunci sukses diagram fishbone adalah terus bertanya
“Mengapa?”, lihatlah diagram dan carilah pola tanpa banyak bicara, dan libatkan
orang-orang di “grass root” yang
terkait dengan masalah karena biasanya mereka lebih mengerti permasalahan
di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
DitjenNak. (2000). Panduan pelatihan total quality
management dan meningkatkan sistem-sistem organisasi. Jakarta: Dirjem RI.
Purba, H.H. (2008). Diagram fishbone dari Ishikawa.
Retrieved from http://hardipurba.com/2008/09/25/diagram-fishbone-dari-ishikawa.html. Diakses
Tanggal 29 Mei 2016 (09.19 WIB).
Gaspersz, V.
dan A. Fontana. 2011. Integrated Management Problem Solving Panduan bagi
Praktisi Bisnis dan Industri. USA: Vinchristo Publication.
Kaplan, R.S. dan D.P. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating
Strategy into Action. Harvard Business Press.
Robbins, S.P. dan Mary Coulter. 2012. Management. Pearson Education,
Prentice Hall.
Tague, N. R. (2005). The quality toolbox. (2th ed.). Milwaukee,
Wisconsin: ASQ Quality Press. Available from http://asq.org/quality-press/display-item/index.html?item=H1224. Diakses Tanggal 29 Mei 2016 (10.13 WIB).
No comments:
Post a Comment