PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR V
FOGGING (PENGASAPAN)
A.
PENDAHULUAN
Daerah Indonesia hampir seluruhnya adalah
endemik penyakit DBD dan malaria. Penyakit ini memiliki angka kesakitan yang
tinggi dan juga dapat menyebabkan hal fatal seperti kematian akibat
penaggulangan yang terlambat. Penyakit ini masih menjadi permasalahan yang
utama di Indonesia dan masih belum bisa ditanggulangi secara efektif baik oleh
masyarakat maupun pemerintah. Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dan DBD dilakukan melalui pemberantasan vektor
penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan
vektor penyebab DBD (nyamuk Aedes
aegyptie). Namun saat ini telah ada langkah nyata dari masyarakat yang
dibantu oleh pemerintah untuk memberantas vektor yang membawa penyakit DBD dan
malaria yaitu salah satunya dengan cara fogging (Pengasapan).
Pengasapan/fogging adalah
pemberantasan nyamuk yang menggunakan mesin/alat, dimana nantinya alat
tersebut akan mengeluarkan asap yang mengandung insektisida untuk membunuh
nyamuk dewasa saja. Namun dalam penggunaan alat fogging sendiri haruslah
dilakukan oleh orang yang benar-benar terlatih dan sudah mengerti cara
melakukannya. Sebab, fogging memiliki resiko negatif yang tinggi mulai dari
resistensi, kebakaran, kematian (bersifat racun) dan lain sebagainya. Oleh
sebab itu harus benar-benar dilakukan oleh pegawai Puskesmas yang sudah
terlatih untuk menggunakanannya. Fogging (pengabutan dengan insektisida)
dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologi positif, yakni ditemukan
penderita/tersangka DBD lainnya, atau ditemukan 3 atau lebih penderita panas
tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik.
Pemberantasan dengan menggunakan fogging dianggap paling baik dan
tepat oleh masyarakat. Namun pada dasarnya fogging dilakukan jika terpaksa dan
sudah terjadi banyak kejadian karena sifat fogging yang beracun. Hal tersebut
ternyata tidak selalu benar, karena pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan metode ini hanyalah bertujuan untuk membunuh
nyamuk dewasa yang infektif, yaitu nyamuk yang didalam tubuhnya telah
mengandung virus dengue dan siap
menularkan pada orang lain. Sedangkan cara mengatasi/mencegah terjangkitnya
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling penting adalah menanamkan
pengetahuan kepada masyarakat, agar masyarakat berperilaku hidup bersih dan
sehat, yaitu menjaga kebersihan lingkungan yang dapat menjadi sarang dan tempat
berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk Aedes aegypti. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan
penyakit, yaitu memutus mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi
nyamuk dewasa.
B.
TUJUAN
Untuk
menambah wawasan mahasiswa mengenai cara membunuh nyamuk melalui asap dari
bahan pestisida, sehingga rantai penularan DHF bisa diputuskan dan populasinya
secara keseluruhan akan menurun.
C.
TINJAUAN
PUSTAKA
Penyebaran vektor DBD semakin luas terlihat adanya kasus di
beberapa daerah. Demikian juga penyakit filaria di perkotaan. Nya-muk yang
menjadi vektor DBD adalah Ae. aegypti dan vektor Filaria diperkotaan
adalah Cx. quinquefasciatus. Salah satu cara dalam pengendalian
terhadap populasi nyamuk adalah pe- nyemprotan dengan sistem pengasapan (thermal
fogging) dan pengabutan (ultra low volume). Sejak tahun 1972
insektisida malathion 96 EC telah digunakan untuk pengendalian vektor DBD
(Susanti, 2012: 157).
Penyakit
ini dapat dicegah dengan cara melakukan eradikasi vektor nyamuk Aedes aegypt
di lingkungan rumah tangga. Kampanye upaya pencegahan demam berdarah
dilakukan pemerintah melalui program pengendalian vektor yang disebut
pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus (PSN 3M Plus). Upaya tersebut
meliputi menutup tempat penampungan air, menguras dan menyikat bak mandi atau
tempayan, mengubur barang bekas, mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan
repelen, menaburkan bubuk larvasida, dan memelihara ikan pemangsa jentik.
Praktik warga yang rendah diduga berhubungan dengan banyak faktor antara lain
pengetahuan yang rendah, anggapan DBD bukan masalah serius, ketidaktahuan pihak
yang bertanggung jawab serta alasan lain seperti ekonomi. Studi di Taiwan
Selatan, pada tahun 2002, menemukan bahwa hanya sekitar 57,4% responden yang
mengetahui tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti (Pai,
2006: 68). Selain itu, banyak anggota masyarakat menganggap bahwa pemberantasan
sarang nyamuk bukan tanggung jawab mereka, tetapi tanggung jawab pemerintah.
Sekitar 56,8% responden menyatakan bahwa pencegahan penyakit yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk tersebut adalah tanggung jawab pemerintah (Kumar, 2003
:392). Suatu studi menjelaskan bahwa kepatuhan terhadap program PSN 3M
berimplikasi terhadap biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Misalnya,
menguras bak mandi tentu berimplikasi pada biaya pembelian air bersih yang
menjadi hambatan pada penduduk miskin (leon, 2001 : 24).
Menurut Iskandar (2005),
pemberantasan vektor dengan mesin fogging merupakan metode penyemprotan udara
berbentuk asap yang dilakukan untuk mencegah penyakit DBD. Pelaksanaannya
dilakukan pada rumah penderita dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum.
Tujuan pelaksanaan fogging adalah untuk membunuh sebagian besar vektor yang
infektif dengan cepat (knock down effect). Disamping memutus rantai penularan
dan menekan kepadatan vektor sampai pembawa virus tumbuh sendiri sehingga tidak
merupakan reservoir yang aktif lagi.
Sementara menurut Depkes RI (2007),
kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di rumah
penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber
penularan. Fogging (pengabutan dengan insektisida) dilakukan bila hasil PE
positif, yaitu ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan tiga
atau lebih penderita panas tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging
dilaksanakan dalam radius 200 meter dan dilakukan dua siklus dengan interval +
1 minggu.
Prosedur dan tata laksana
pelaksanaan pengasapan atau fogging antara lain sebagai berikut :
1.
Sebagai
langkah awal pengasapan/fogging dalam suatu area tertentu, dengan membuat
gambaran atau memetakan area yang disemprot. Area yang tercakup sedikitnya
berjarak 200 meter di dalam radius rumah yang terindikasi sebagai lokasi
dengue. Kemudian dilakukan peringatan kepada warga terlebih dahulu untuk keluar
ruamh dengan terlebih dahulu menutup makanan atau mengeluarkan piaraan.
2.
Berbagai
bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging fokus
adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha. Semaentara perbandingan campuran 100
ml : 10 liter solar.
3.
Sasaran
fogging adalah semua ruangan baik dalam bangunan rumah maupun di luar bangunan
(halaman/pekarangan), karena obyek sasaran adalah nyamuk yang terbang. Sifat kerja dari fogging adalah knock down effect yang artinya
setelah nyamuk kontak dengan partikel (droplet) isektisida diharapkan mati
setelah 24 jam.
4.
Terdapat
dua macam peralatan yang digunakan untuk pengasapan atau fogging antara lain
mesin fog dan ULV (Ultra Low Volume). Mesin fog dipergunakan untuk keperluan
operasional fogging dari rumah ke rumah (door to door operation). Untuk
keperluan ini dipergunakan swing fog machine SN 11, KeRF fog machine, pulls fog
dan dina fog. Beberapa jenis peralatan ini mempunyai prinsip kerja yang sama yakni
menghasilkan fog (kabut) racun serangga sebagai hasil kerja semburan gas
pembakaran yang memecah larutan racun serangga (bahan kimia yang digunakan),
menjadi droplet yang sangat halus dan berwujud sebagai fog. Rata-rata alokasi
waktu yang diperlukan dengan penggunaan peralatan ini adalah 2-3 menit untuk
setiap rumah dan halamannya. Sementara Ultra Low Volume (ULV) menghasilkan cold
fog. hasil ini didaptkan dengan mekanisme terjadinya tekanan mekanik
biasa terhadap racun serangga melewati system nozzle. Dengan alat ini droplet racun
serangga yang dihasilkan jauh lebih halus daripada fog biasa. ULV sangat cocok
dipergunakan pada area out door atau luar ruangan.
5.
Menurut
Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue dilakukan dua siklus
pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu minggu. Penentuan siklus ini
dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang
mengandung virus dengue atau nyamuk infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan
mati. Kemudian akan segera diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan
mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan
terjadinya penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus
kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang
pertama, agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat
menularkan pada orang lain.
D.
ALAT
DAN BAHAN
1. Alat
a.
Fog machine/fog generator dan
kelengkapnnya
b.
Jerican plastik vol 20 liter
c.
Jerican plastik vol 5 liter
d.
Alat penakar 1 liter
e.
Ember plastik
f.
Corong bersaring
g.
Alat pelindung diri
h.
Alat tulis
i.
Mikroskop
j.
Metran hygrometer
k.
Anemometer
2. Bahan
a.
Pestisida cair (malathion 96%)
b.
Bahan pelarut (solar)
c.
Bahan bakar (bensin)
d.
Batu bateray (4 buah)
e.
Serbet (tissue)
f.
Sabun cuci
g.
Pewarna minyak
h.
Kertas saring wathman
E.
HASIL
Untuk
melakukan fogging maka kita harus dapat mengetahui fungsi dari setiap tombol
yang ada pada alat fogging. Hal utama yang harus dilakukan adalah periksa
keamanan dari alat fogging. Hal ini untuk memastikan agar tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan pada saat melakukan fogging. Lalu isikan tangki
masing-masing dengan bensin, solar dan juga insektisida. Adapun cara fogging
yang benar yaitu menyiapkan semua
peralatan yang diperlukan dan periksa lokasi yang akan di fogging, memasukkan
larutan pestisida, bensin dan bateray sesuai dengan tempatnya pada fog machine,
memasang nozzle yang sesuai, menghidupkan fog machine dengan cara: Jika
menggunakan mesin puls fog buka kran bensin secukupnya, kemudian tekan bulb
(dipompa) beberapa kali hingga mesin hidup, Jika menggunakan mesin swing fog
SN11 tutup kran bensin dan pompa 5 kali. Setelah itu untuk menyalakannya yaitu
dengan cara memutar kran ke kiri sampai full lalu pompa sampai mesin menyala. Atur
kran bensin dan katup udara hingga bunyi mesin terdengar normal dan stabil. Lalu
kalungkan tali swing fog dan angkat dengan kedua tangan. Arahkan pada bagian
yang akan di fogging lalu putar kran solar untuk membuat mesin fogging
mengeluarkan asap. Jika dirasa semua bagian dari tempat tersebut sudah penuh
dengan asap lalu tutup kran solar dan pindahlah keruangan lainnya.
Jika
diterapkan pada penyemprotan dirumah warga maka hal yang harus dilakukan yang
paling utama adalah mengajak pemilik rumah untuk keluar dari rumah berikut
dengan hewan peliharaan. Jika masih ada makanan yang tersimpan didalam rumah
maka harus ditutupi agar tidak terkena efek dari fogging. Fogging harus
dilakukan dengan 3 orang yakni 1 orang pemegang fogging dan 2 orang sebagai
pemeriksa rumah dari warga yang mungkin masih berada didalam rumah.mulailah dengan
mengabuti bagian rumah yang paling dalam kemudian berjalan keluar sambil
memastikan semua ruangan rumah sudah tertutupi dengan asap. Jika sudah tertutup
semua maka pindahlah kerumah berikutnya.
F.
PEMBAHASAN
Upaya
pemberantasan dengan menggunakan fogging harus dilakukan pada saat yang benar-benar
sangat membahayakan masyarakat karena mengingat efek dari fogging yang bersifat
racun dan dapat membunuh makhluk hidup. Pengendalian menggunakan fogging harus
dilaksanakan pada penaggulangan kejadian luar biasa (KLB) dimana vektor di
berantas untuk memutus rantai penularan penyakit. Selain itu dalam melakukan
fogging harus disesuaikan dengan saat dimana vektor banyak dan suka menggigit
seperti vektor DBD yang biasanya banyak pada pagi sampai sore hari. Sehingga
pagi sampai sore merupakan saat yang baik untuk fogging. Dalam melakukan
pengendalian menggunakan fogging haruslah merupakan pilihan terakhir setelah
PSN memang tidak efektif.
Fogging hanya
membunuh nyamuk dewasa saja, artinya larva dan telur nyamuk masih dapat tumbuh
menjadi vektor baru yang juga dapat menularkan DBD dan malaria. Oleh sebab itu
fogging harus dilengkapi juga dengan beberapa usaha yaitu dengan PSN, 3M +,
serta menggunakan larvasida untuk membunuh jentik dan telur nyamuk. Fogging
sebenarnya kurang efektif apabila tidak ditindaklanjuti dengan
gerakan 3M+. Fogging yang efektif dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 sampai
dengan 10.00 dan sore hari pukul 15.00 sampai 17.00, bila dilakukan pada siang
hari nyamuk sudah tidak beraktiftas dan asap fogging mudah menguap karena udara
terlalu panas. Fogging sebaiknya jangan dilakukan pada keadaan hujan karena
sia-sia saja melakukan pengasapan.
Fogging dapat memutuskan rantai
penularan DBD dengan membunuh nyamuk dewasa yang mengandung virus . Namun,
fogging hanya efektif selama dua hari. Selain itu, jenis insektisida yang
digunakan untuk fogging ini juga harus ganti-ganti untuk menghindari resistensi
dari nyamuk.
Nyamuk Aedes paling sering hinggap di baju-baju
yang menggantung dan berada di tempat-tempat gelap, seperti di bawah tempat
tidur. Selain juga suka bertelur di air yang bersih, seperti di tempayan, bak
mandi, vas bunga, dan lainnya. Telur atau jentik nyamuknya bisa bertahan selama
2-3 bulan.
G.
KESIMPULAN
1.
Fogging merupakan upaya terakhir untuk memberantas
nyamuk jika terjadi KLB dengan memutus rantai penularannya pada lokasi
tersebut.
2.
Fogging hanya untuk membunuh nyamuk dewasa saja dan
tidak membunuh larva dan telur nyamuk.
3. Untuk
melakukan fogging maka harus pengguna alat fogging harus mengetahui fungsi dari
setiap bagian dari swing fog.
4. Untuk
melakukan fogging agar efektif maka harus menyesuaikan dengan waktu dimana
vektor banyak beraktifitas untuk mencari makan.
5. Fogging
dalam masyarakat untuk menghindari kecelakaan maka harus dilakukan oleh petugas
yang sudah berpengalaman dan harus dilakukan dengan 3 orang dimana 1 orang
memegang alat fogging dan 2 lainnya untuk memastikan tidak ada mahluk hidup
yang berada didalam rumah saat dilakukannya fogging.
6. Untuk
hasil yang lebih memuaskan maka fogging harus juga dibarengi dengan PSN, 3M+
dan pola hidup masyarakat yang sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta ; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2007. Modul Pelatihan
bagi Pengelolan program Pen gendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Iskandar, H.A., dkk. 2005. Pemberantasan
Serangga dan Binatang pengganggu. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI.
Susanti L dan Boesri H. 2012. Insektisida
Sipermethrin 100 G/L Terhadap Nyamuk Dengan Metode
Pengasapan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (2) 157-163.
Pai HH, Hong YJ, Hsu EL. 2006. Impact
of a short term community-based cleanliness campaign on the sources of dengue
vectors: an entomological and human behavior study. Journal of
Environmental Health: Academic Research Library ; 68: 6.
Kumar R, Krishnan SK, Rajashree N, Patil RR. 2003. Perceptions of mosquito borne diseases. Journal of Epidemiology and
Community Health. 57, 5: 392.
Leon RB. 2001. Promoting health: evidences for a fairer society.
Promotion & Education. ProQuest Nursing & Allied Health Source : 24.
No comments:
Post a Comment