LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGENDALIAN
VEKTOR II
PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN LALAT
Disusun Oleh :
Robi’i Pahlawan H.R (J410130110)
Shift/Kelas 6 E
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
PRAKTIKUM
PENGENDALIAN VEKTOR II
PENGENDALIAN
DAN PEMBERANTASAN LALAT
A.
PENDAHULUAN
Lalat merupakan hewan yang banyak dijumpai
baik di perumahan, tempat makan, tempat umum, dan hampir dapat di temukan di
semua tempat. Indonesia hanya memiliki dua musim dan merupakan daerah tropis
sehingga memungkinkan lalat untuk dapat berkembangbiak dengan baik. Perhitungan
kepadatan lalat pada suatu tempat merupakan hal yang penting karena lalat
sebagai salah satu indikator sebuah tempat bersih atau tidak. Selain itu juga keberadaan
lalat sebagai pembawa dan penyebar penyakit pada manusia, melalui penularan
secara mekanis menyebabkan myasis
sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung penyediaan tempat
perkembangbiakannya.
Lalat dapat mengancam kesehatan manusia
yaitu dengan cara memindahkan penyakit dan lalatlah sebagai perantara penyakit
tersebut. Aktivitas lalat dimana kegiatannya terbang dan hinggap diberbagai
tempat, termasuk ke tempat-tempat yang kottor dan membawa patogen dari tempat
tersebut, hinggap di makanan manusia (penyebaran mekanis). Penyakit yang dapat
ditularkan oleh lalat beberapa diantaranya adalah jenis food/waterborne seperti
Vibrio Cholera, Salmonella Thyphosa, dan Shygella Dysentriae.
Kepadatan lalat
disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah daerah tersebut
potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak. Metode pengukuran
kepadatan lalat yang populer dan sederhana adalah dengan menggunakan alat
flygrill. Prinsip kerja dari alat ini didasarkan pada sifat lalat yang menyukai
hinggap pada permukaan benda yang bersudut tajam vertikal. Lokasi yang perlu
dilakukan pengukuran kepadatan lalat, utamanya adalah perumahan, rumah makan
dan tempat pembuangan sampah, tempat ternak.
Upaya untuk
menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang
ditimbulkan yaitu sebagai vektor pembawa penyakit. Untuk itu sebagai salah satu
cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan
lalatnya. Dalam menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat
dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
B.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui seberapa pentingnya lalat sebagai vektor penyakit
2.
Mengetahui
populasi kepadatan lalat disuatu wilayah tertentu
C.
TINJAUAN
TEORI
Lalat adalah jenis serangga dari ordo Diptera (berasal dari bahasa Yunani di berati dua dan ptera
berarti sayap). Perbedaan yang paling jelas antara lalat dan ordo serangga
lainnya adalah lalat memiliki sepasang sayap terbang dan sepasang halter, yang berasal dari sayap belakang,
pada metatoraks (kecuali beberapa spesies lalat yang tidak dapat terbang).
Satu-satunya ordo serangga lain yang memiliki dua sayap yang benar-benar
berfungsi dan memiliki halter adalah Strepsiptera. Tetapi, berbeda dengan lalat,
halter Strepsitera berada di mesotoraks dan sayap di metatoraks. Ordo Diptera
adalah ordo yang besar, diperkirakan mencakup 240.000 spesies nyamuk, ngengat, agas, dan lain-lain, meskipun hanya
kurang dari setengahnya (sekitar 120.000 spesies) yang telah dideskripsikan.[1] Diptera adalah salah satu ordo
serangga yang memiliki peranan sangat penting, baik dari segi ekologis maupun
kepentingan manusia (medis dan ekonomi). Diptera, khususnya nyamuk (Culicidae),
adalah penyebar beberapa penyakit, mereka berperan sebagai vektor dari malaria, demam berdarah
dengue,
virus Nil Barat, demam kuning, radang otak, dan penyakit menular lainnya (Anonim, 2015).
Lalat banyak jenisnya, tetapi paling
banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah Musca domestica. Lalat
ini biasanya hidup disekitar manusia dan aktivitas-aktivitas manusia. Jenis
lalat penting dilihat dari kesehatan masyarakat, karena dapat menularkan 100
jenis patogen yang dapat mengakibatkan penyakit pada manusia (Dantje T. Sambel,
2009:136-137). Beberapa penyakit akibat lalat antara lain diarrhea,
dysenterie basillaris, typhus abdominalis, amoebiasis, cholera, ascaris, dan
ancylostomiasis (Depkes RI, 2001:5, Srisari Gandahusada, 2003:243).
Cara
hidup, biologi, dan tingkah laku setiap spesies lalat pada dasarnya antara satu
dengan lainnya adalah sama. Tempat perkembangbiakan lalat adalah tempat kotor.
Pengetahuan tentang biologi, tingkah laku dan jenis lalat akan membantu usaha
pengendalian dan penanggulangannya. Pemberantasan lalat melibatkan masyarakat
secara keseluruhan. Sampah sangat erat hubungannya dengan timbul dan
berkembangnya lalat itu sendiri. Oleh karena itu pemberantasan lalat akan
melibatkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sampah maka masalah lalat
juga merupakan masalah sosial. Karena itu dalam penanganannya perlu melibatkan
masyarakat secara bersama-sama. Sampah yang mudah membusuk (garbage) merupakan
media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan-bahan organic yang membusuk,
baunya merangsang lalat untuk datang mengerumuni karena bahan-bahan yang
membusuk tersebut merupakan makanan mereka. (J.
Borror, Donald. 1992:54).
D.
ALAT
DAN BAHAN
1.
Fly
Grill
2.
Counter
3.
Sepatu
boots
4.
Sarung
tangan
5.
Masker
6.
Stopwatch
7.
Alat
tulis
8.
Form
survey lalat
E.
HASIL
Terlampir
dilampiran 1
F.
PEMBAHASAN
Praktikum pengendalian lalat dilakukan
dengan cara menaruh fly grill pada tempat yang dirasa memiliki populasi lalat
yang tinggi, lalu di tunggu sampai 30 detik menggunakan stopwatch. Selama 30
detik tersebut hitung jumlah banyak lalat yang hinggap diatas fly grill dengan
menggunakan counter agar tidak lupa dan hasil praktik menjadi valid. Setiap
pengukuran dilakukan hingga 10 kali di titik-titik yang berbeda pula. Setelah
itu akan diambil 5 terbanyak dan dirata-rata dan kategorikan rata-rata tersebut
dalam :
-
0-2
:Rendah atau tidak bermasalah
-
3-5
: Sedang (perlu dilakukan pengamatan tempat berbiaknya lalat)
-
6-20
: Tinggi (populasi cukup padat dan perlu pengamanan tepat berbiaknya lalat dan
bila mungkin rencana pengendalian)
-
21<
: Sangat tinggi (populasi padat dan perlu pengamanan tempat berbiaknya lalat
dan tindakan pengendalian)
Lokasi praktikum
pengendalian dan pemberantasan lalat ada 3 tempat yaitu pada :
1.
TPS
(Tempat Pembuangan Sampah) Kartasura
2.
Kandang
Babi
3.
Pabrik
Tahu
Menurut data yang
telah diproleh dalam praktikum kali ini, tempat dengan prevalensi lalat
terbanyak adalah pada TPS Kartasura yaitu dengan rata-rata 31 (Sangat Tinggi)
hal ini terjadi karena pada TPS tersebut di simpan dengan cara open dumping,
sehingga lalat mencari makan dan sering hinggap di TPS tersebut. Berikut
ditampilkan masing-masing rincian dari hasil praktikum
1.
TPS
(Tempat Pembuangan Sampah) Kartasura = ∑ 5 tertinggi 5
=
=
= 31
Dari
data diatas dapat diketahui bahwa jumlah lalat tertinggi mencapai 55 dan
setelah di masukkan 5 hasil tertinggi di dapatkan rata-rata 31 (sangat tinggi).
Dengan kata lain TPS Kartasura termasuk daerah yang sangat tidak sehat dan
banyak mengandung vektor penyakit (lalat). Untuk
mengendalikan populasi lalat agar tidak meningkat ada beberapa hal yang dapat
dilakukan, yaitu:
a. Memisahkan
sampah organik dan anorganik.
b. Membakar
sampah agar tidak di jadikan tempat perbiakan lalat.
c. Pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik akan menghilangkan
media perindukan lalat. Sehingga secara tidak langsung dapat mengendalikan
perbiakan lalat.
2. Kandang Babi= ∑ 5 tertinggi/5
=
=
= 4,6
Dari
data di atas dapat diketahu bahwa lalat terbanyak hinggap mencapai 15 ekor, dan
jika dirata-rata maka hasilnya adalah 4,6 (Sedang). Untuk pengendalian lalat
agar tidak bertambah dapat dilakukan beberapa cara yaitu :
a.
Membersihkan
kandang secara rutin
b.
Membuang
kotoran hewan yang tidak dapat dijangkau oleh vektor lalat.
3. Pabrik Tahu ∑ 5 tertinggi/5
=
=
= 2,6
Dari
data diatas dapat diketahui jika pabrik tahu tersebut termasuk dalam kategori
pabrik yang sehat karena vektor lalat hanya sekitar 2,6. Untuk pengendalian
lalat dapat dilakukan :
a. Peningkatan sanitasi pabrik
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik akan
menghilangkan media perindukan lalat. Sehingga secara tidak langsung dapat mengendalikan
perbiakan lalat.
b.
Membuang
sampah pada tempat yang tertutup dan tidak dapat dijangkau vektor lalat.
Dari tempat praktikum
yang telah dikunjungi tempat yang paling banyak mengandung lalat yaitu TPS
Kartasura hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.
Sampah
yang dibiarkan saja dan tidak dikelola dengan baik
2.
Sampah
hanya ditumpuk (open dumping)
3.
Tempat
tersebut lembab dan banyak mengandung sampah makanan sehingga memungkinkan
lalat untuk berkembangbiak dengan baik
ditempat tersebut.
G.
SIMPULAN
Dari praktikum
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa :
1.
Tempat
yang paling banyak mengandung lalat yaitu pada TPS kartasura dengan rata-rata
31 dan termasuk dalam kategori sangat tinggi, lalu kandang babi dengan
rata-rata 4,6 termasuk dalam kategori sedang, dan pabrik tahu dengan rata-rata
2,6 termasuk dalam kategori rendah.
2.
Lalat
menyukai tempat yang lembab dan kotor untuk berkembangbiak seperti pada TPS
Kartasura dimana pada TPS kartasura banyak titik-titik yang sangat ideal untuk
lalat berkembangbiak
3.
Dari
3 tempat yang didatangi yaitu TPS Kartasura, kandang babi, dan pabrik tahu
lalat paling banyak ditemukan pada TPS kartasura.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Lalat.
(Online) http://id.wikipedia.org/wiki/Lalat diakses pada 5
April 2015 pukul 18.00 Wib.
Dantje T. Sembel, 2009, Entomologi
Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Andi
Depkes RI, 2001, Pedoman
Teknis Pengendalian Lalat. Jakarta: Depkes RI
J. Borror, Donald. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Lampiran II Dokumentasi
1)
Lokasi TPS Wirogunan, Kartasura
2)
Lokasi Pabrik tahu
3. Kandang Babi
No comments:
Post a Comment