AKAL
DAN WAHYU
A.
Berita
Acara Presentasi
Tabel
1.1
Tabel
Berita Acara Presentasi
NO
|
NIM
|
Nama
|
Pokok Pembahasan
|
1
|
J410130110
|
Robi’i Pahlawan H.R
|
-
Pengertian akal dan wahyu
(Bahasa, Istilah dalam Islam
-
Perspektif Penciptaan Manusia
|
2
|
J410141058
|
Alfian Mubarak
|
Ayat yang Berkaitan dengan Akal dan
Wahyu
|
3
|
J410130105
|
Ryan Ardhi Susilo
|
Kedudukan dan Fungsi Akal dan Wahyu
dalam Memahami Islam
|
4
|
J410130097
|
Kurniawan Rahmadika
|
Pandangan filsuf tentang akal dan
Wahyu
|
B.
Pendahuluan
Di dalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk memperoleh
pengetahuan, pertama, jalan wahyu dalam arti komunikasi dari Tuhan kepada
manusia, dan kedua jalan akal, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan
memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk
sampai kepada kesimpulan-kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini
bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui
akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
Alloh telah menciptakan manusia dengan banyak hidayah dan anugerah,
beberapa di antaranya yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya adalah akal dan wahyu dimana hanya manusialah yang memiliki hal
tersebut, berbeda dengan hewan yang hanya memiliki nafsu saja.
Hidayah berupa akal dan wahyu tersebut sudah dimiliki manusia sejak lahir
dan merupakan anugerah yang di berikan oleh Allah kepada manusia, namun manusia
diberikan kebebasan oleh Allah untuk mau menerimanya ataupun menolaknya. Jika
manusia menerima wahyu tersebut maka ia akan mendapatkan bimbingan untuk akal
atau rasionya yang terkadang ragu-ragu dan mengalami kekacauan.
Al-Quran memberikan dorongan bagi manusia untuk menggunakan akalnya dalam
bertindak karena akal merupakan barometer keberadaan manusia. Jika manusia
tidak menggunakan akalnya maka hilanglah sifat kemanusiaannya namun penggunaan
secara berlebih juga akan dapat menyesatkan manusia dalam dosa. Oleh sebab itu
al-Quran memberikan manusia tuntunan tentang cara penggunaan akal. Adapun wahyu
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu wahyu langsung (al-Qur’an) dan wahyu tidak
langsung (al-Sunnah) dimana keduanya memiliki kedudukan yang sama namun tingkat
akurasinya yang berbeda karena proses pembakuan dan pembukuan.
C.
Isi
Pokok Pembahasan
1. Pengertian
Akal dan Wahyu
a. Akal
Akal
berasal dari bahasa Arab 'aql yang
secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian
lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat
cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan.
Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan
sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi
mengenai watak
dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap
rasa ketidakpastian yang esensial
hidup ini (Anonim A, 2013).
Kata
al-‘Aqlu sebagai mashdar (akar kata)
juga memiliki arti nurun ruhaniyyun bihi
tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al- hawas, yaitu cahaya ruhani yang
dengannya seseorang dapat mencapai mengetahui sesuatu yang tidak dapat di capai
oleh indra. Al-‘aql juga di artikan sebagai Al-‘qalb, hati nurani atau hati
sanubari. Sedangkan kata al-‘aqil (bentuk pelaku, isim fa’il) sering digunakan
untuk menyebutkan manusia, karena manusialah yang berakal (Santoso dkk, 2013 : 4).
Menurut
tinjauan Al Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah
Allah SWT. Yang cukup hebat dengannya manusia dibedakan dari mahluk lain. Akal
juga merupakan alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai
pembukti dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang
ditemukannya dapat dipastikan kebenarannya, asal saja persyaratan-persyaratan
fungsi kerjanya dijaga dan tidak diabaikan (Anshori A, 2013).
Untuk lebih
jelasnya marilah kita perhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an sebagai bukti dari
ucapan di atas :
Artinya : Adakah tersembunyi
serta belum jelas lagi kepada mereka: berapa banyak Kami telah binasakan dari
kamu-kaum Yang terdahulu daripada mereka, sedang mereka sekarang berulang-alik
melalui tempat-tempat tinggal kaum-kaum itu? Sesungguhnya pada Yang demikian
ada tanda-tanda (untuk mengambil iktibar) bagi orang-orang Yang berakal fikiran.
(QS Thahaa: 128)
b.
Wahyu
Wahyu atau al-wahy adalah
kata mashdar (infinitif); dan materi katanya menunjukkan dua
pengertian dasar, yaitu; الإعلام الخفي السريع (pengetahuan
tersembunyi dan cepat). T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy menyatakan bahwa
wahyu itu ialah yang dibisikkan ke dalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat
yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan. Pengertian wahyu
secara terminologi adalah firman (petunjuk) Allah yang disampaikan kepada para
nabi dan awliya. Defenisi yang lebih ringkas, namun jelas
adalah
“كلام الله
تعالى المنزل على نبي من أنبيائه”
Kalam Allah kepada Nabi-Nya (Jalius H.R. 2013).
Dalam
wacana keagamaan (Islam), selanjutnya al-wahyu lebih di maknai sebagai
pemberitaan, risalah dan ajaran Alloh yang diberikan kepada para Nabi dan
Rasulnya. Dengan demikian , dalam kata wahyu terkandung arti penyampaian sabda
atau firman Alloh kepada orang-orang yang menjadi pilihannya (Nabi dan Rasul)
untuk diteruskan kepada ummat manusia sebagai pegangan dan panduan hidupnya
(Santoso dkk, 2013 : 5).
2. Ayat-ayat
yang Berkaitan dengan Akal dan Wahyu
Ayat-ayat
yang berkaitan dengan akal
Qur’an Surat Al-Baqaroh ayat 75
فَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ
وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ
يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ
يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا
عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Apakah kamu masih
mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya,
sedang mereka mengetahui?(Q.S.al-Baqaroh/2:75).
Qur’an
surat al-Hajj ayat 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖفَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(Q.S.al-Hajj/22:46).
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(Q.S.al-Hajj/22:46).
Qur’an surat al-Baqaroh ayat 242
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya
(hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.”(Q.S.al-Baqaroh/2:242).
Qur’an surat
al-Ankabut ayat 43
“Demikianlah
perumpamaan-perumpamaan kami buat bagi manusia tetapi yang dapat memahaminya
hanyalah orang-orang yang mengetahui”(Q.S.Al-Ankabut/29:43)
Ayat-ayat
yang berkaitan dengan wahyu
Qur’an surat al-Nisa
ayat 163
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman.
Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”(Q.S.al-Nisa’/4:163)
Qur’an surat al-Nahl ayat 68
Dan Tuhamu mewahyukan
kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohonkayu,
dan di tempat-tempat yang dibikin manusia." (Q.S.Al-Nahl.16: 68)
Qur’an Surat
Al-Isra’ ayat 39
"Itulah
sebagian hikmah yang diwahyukan Rabb kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan
ilah yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam
neraka, dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)”.(Q.S.al-Israa’.17:39)
3. Pandangan
Filsuf Tentang Akal dan Wahyu
Filsafat
merupakan pemikiran secara mendasar dari apa yang kita lihat, kita rasakan dan
kita alami. Orang-orang yang mendalami filsafat disebut filosof atau filsuf.
Walaupun sebenarnya filsafat ilmu yang berasal dari Yunani, tetapi banyak
ilmuwan muslim yang mempelajari ilmu tentang filsafat guna memahami tentang
agama.
Para
filosof-filosof islam banyak menuangkan pemikirannya dalam hal agama, salah
satunya adalah akal dan wahyu. Akibat para filosof menuangkan pemikirannya
dengan akal, maka pendapat-pendapat filosof dianggap terlalu menuju ke aliran
barat, sehingga ada sikap yang saling menyalahkan.
Filosof-filosof islam
bekeyakinan bahwa antara akal dan wahyu, antara filsafat dan agama tidak ada
pertentangan.
·
Al-Kindi
Al-kindi merupakan filosof
islam yang pertama yang membahas tentang filsafat dan agama. Menurut beliau
filsafat merupakan pembahasan tentang kebenaran, bukan untuk diketahu saja tapi
juga diamalkan, sedangkan agama adalah juga datang untuk kebenaran (Nasution, 1986
: 82). “Falsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafat
pertama, yaitu ilmu tentang Yang Maha Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi
tiap kebenaran”. Dengan demikian antara filsafat dan agama ada persesuaian.
Perbedaannya hanya pada filsafat memperoleh kebenaran melalui akal sedang agama
melalui wahyu (Nasution, 1986 : 82).
·
Al-Farabi
Al-Farabi, filosof
islam yang pertama mengusahakan keharmonisan antara agama dan filsafat. Dengan
mebawa konsep komunikasi manusia dengan akal ke sepuluh. “Tuhan menurunkan
wahyu kepada Nabi melalui akal aktif, apa yang dipancarkan Tuhan kepada akal
aktif, diteruskan oleh akal ini kepada akal pasif daya pengreka. Orang yang
akal pasifnya menerima pancaran adalah filosof, ahli hikmat dan ahli fikir.
Orang daya pengrekanya menerima pancaran adalah Nabi yang membawa berita
tentang masa depan.” (Nasution, 1986 : 83). Dengan kata lan komunikasi filosof
dengan akal kesepuluh terjadi melalui akal perolehan, sedang komunikasi Nabi
cukup dengan daya pengreka.
·
Ibnu Sina
Ibnu Sina filosof islam
yang berpendapat bahwa Nabi dan filosof menerima kebenaran dari sumber yang
sama yaitu Jibril, yang disebut akal kesepuluh atau akal aktif. Perbedaanya
hanyalah hubungan Nabi dengan Jibril melalalui akal materil, sedangkan filosof
melalui akal perolehan. Filosof memperoleh akal perolehan melalui latihan
berat, sedang Nabi memperoleh akal materil yang dayanya jauh lebih kuat dari
akal perolehan, sungguhpun tingkatnya lebih rendah, sebagai anugerah Tuhan
kepada orang pilihan-Nya. Pengetahuan yang diperoleh Nabi mengambil bentuk
wahyu, berlainan dengan pengetahuan yang diperoleh filosof, tetapi antara
keduanya tidak ada yang bertentangan (Nasution, 1986 : 84).
·
Ibnu Rusydi
Agama
dan filsafat tidak bertentangan , beliau menjelaskan bahwa penelitian akal
tidak menimbulkan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dibawa agama,
karena kebenaran tidak berlawan dengan kebenaran tetapi sesuai dan saling
memperkuat (Nasution.1986:86). Bayi dilahirkan dengan kesiapan untuk menerima
pengetahuan-pengetahuan umum. Sehingga jika ia mulai belajar maka maka kesiapan
ini berubah menjadi akal akual. Akal ini data berkembang untuk mencapai
kesempurnaan yang tinggi yang kita harapkan dengan cara perkembangan segala
pengetahuan dan peningkatan persepsi manusia. Segala sesuatu yang tidak
disanggupi akal, maka Tuhan memberikannya kepada manusia melalui wahyu. Ibnu
Rusydi menganggap wahyu sebagai suatu keharusan untuk semua orang, dan akal
dalam mencari kebenaran berada di bawah kekuatan wahyu (Nasution.1986:86).
·
Ibnu Bajjah
Manusia
bisa berhubungan dengan akal melalui perantara ilmu (pengetahuan) dan
pemangunan potensi manusia. Tuhan menganugerahkan kepada manusia rahmat dan
kapasitas, tetapi keduanya ada yang merupakan pembawaan sejak lahir dan tidak
perlu diupayakan. Disamping itu, rahmat dan kapasitas yang harus diusahakan
sesuai dengan kehendak Tuhan, di bawah bimbingan para Nabi.
4. Kedudukan
dan Fungsi Akal dan Wahyu dalam Memahami islam
Cukup banyak isyarat-isyarat Al-Qur’an tentang
penggunaan akal dengan penekanan bahwa penggunaan akal adalah merupakan
barometer bagi keberadaan manusia. Manusia dalam berpikiran harus menggunakan
pikiran dan qalbu. Daya pikir manusia menjangkau wilayah fisik dari
masalah-masalah yang relatif, sedangkan qalbu memiliki ketajaman untuk
menangkap makna-makna yang bersifat metafisik dan mutlak. Oleh karenanya dalam
hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki kedudukan dan fungsi
sebagai berikut:
-
Akal
sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang
terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dimana keduanya adalah sumber
utama ajaran islam.
-
Akal
merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui
maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
-
Akal
juga berfungsi sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat
manusia dalam bentuk ijtihat.
-
Akal
juga berfungsi untuk menjabarkan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah dalam
kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan
memakmurkan bumi seisinya.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir
pencapaian akal tetaplah relatif dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya
koreksi, perubahan dan penyempurnaan teru-menerus. Oleh karena itu takqlid buta
tidak dianjurkan dalam ajaran islam (Santoso, dkk. 2013 : 16).
Kedudukan Akal Dalam
Syari'at Islam.
Syari'at Islam memberikan nilai dan urgensi yang
amat penting dan tinggi terhadap akal manusia. Banyak ayat-ayat dalam al quran yang menerangkan bahwa akal memiliki
kedudukan yang penting dan tinggi, diantaranya dapat dilihat dari beberapa point-point berikut:
·
Allah subhanahu wa'ta'ala hanya menyampaikan kalam-Nya
(firman-Nya) kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat
memahami agama dan syari'at-Nya. Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rohmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
fikiran". (QS. Shaad [38]: 43).
·
Akal merupakan syarat yang harus ada dalam
diri manusia untuk mendapat taklif (beban kewajiban) dari Allah subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum syari'at
tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan diantaranya yang tidak
menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya. Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallama
bersabda:
"رُفِعَ القَلَمُ عَنْ
ثَلَاثٍ وَمِنْهَا : الجُنُوْنُ حَتَّى يَفِيْقَ"
"Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat
(dibebaskan) dari tiga golongan, diantaranya: orang gila samapai dia kembali
sadar (berakal)". (HR. Abu Daud: 472 dan Nasa'i: 6/156).
·
Allah subhanahu wa'ta'ala mencela orang yang tidak
menggunakan akalnya. Misalnya celaan Allah subhanahu wa'ta'ala terhadap ahli neraka yang
tidak menggunakan akalnya, Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan mereka berkata: "Sekiranya
kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk
[67]: 10)
Dan Allah subhanahu wa'ta'ala mencela orang-orang yang
tidak mengikuti syari'at dan petunjuk Nabi-Nya. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada
mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah,"
mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. 002. Al Baqarah [2]: 170).
·
Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas
kepemikiran dalam Al-Qur'an, seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti
kalimat "La'allakum tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau
"Afalaa Ta'qiluun" (apakah kalian tidak berakal), atau "Afalaa
Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka tidak merenungi isi kandungan
Al-Qur'an) dan lainnya.
·
Ayat-ayat
Al-Quran yang di dalamnya terdapat kata-kata nazara, tadabbara, tafakkara,
fahiha, fahima, ‘aqala, ayat-ayat yang berisikan sebutan ulu al-albab,
ulu-‘ilm, ulu al-absar, ulu al-nuha, dan ayat kauniah, mengandung
anjuran, dorongan bahkan perintah agar manusia banyak berfikir dan
mempergunakan akalnya. Berfikir dan mempergunakan akal adalah ajaran yang jelas
dan tegas dalam Al Qur’an, sebagai sumber utama dari ajaran-ajaran Islam
(Nasution, Harun. 1982 : 48). Alloh Berfirman :
Apakah tidak mereka perhatikan onta bagaimana ia diciptakan.? Dan langit
bagaimana ia ditinggikan.? Dan gunung bagaimana ia ditegakkan.? Dan bumi
bagaimana ia dibentangkan.?(Q.S.
Al-Gasyiyah. 17-20).
Kedudukan Wahyu Dalam Islam
Adapun
wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami sebagai wahyu langsung (al-Qur’an)
ataupun wahyu yang tidak langsung (al-Sunnah), kedua-duanya memiliki fungsi dan
kedudukan yang sama meski tingkat akurasinya berbeda karena disebabkan oleh
proses pembukuan dan pembakuannya. Kalau al-Qur’an langsung ditulis semasa wahyu
itu diturunkan dan dibukukan di masa awal islam, hanya beberapa waktu setelah
Rosul Allah wafat (masa Khalifah Abu Bakar), sedangkan al-hadis atau al-Sunnah
baru dibukukan pada abat kedua hijrah (masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh
karena itu fungsi dan kedudukan wahyu dalam memahami Islam adalah:
-
Wahyu
sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman dan pengamalan
ajaran Islam harus dirujukan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa pemahaman dan penngamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada
al-quran dan al-sunnah adalah omong kosong.
-
Wahyu
sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan biala akal difungsikan
untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami islam (wahyu) harus
dibimbinng oleh wahyu itu sendiri agar hasil pemahamannya benar dan
pengamalannya pun menjadi benar. Akal tidak boleh menyimpang dari prinsip etik
yang diajarkan oleh wahyu (Santoso, dkk. 2013 : 17).
Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah
seperti cahaya terhadap indera penglihatan manusia.. Oleh karena itulah, Alloh SWT menurunkan
wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam
keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui
batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat. Alloh Berfirman :
الــم {1}
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ {2}
Artinya : Alif laam miim , Kitab (al-Qur'an) ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S.Al-Baqaroh.2.1-2)
Meletakkan akal dan
wahyu secara fungsional akan lebih tepat dibandingkan struktural, karena
bagaimanapun juga akal memiliki fungsi
sebagai alat untuk memahami wahyu, dan
wahyu untuk dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus
melibatkan akal untuk memahami dan menjabarkan secara praktis. Manusia
diciptakan oleh tuhan dengan tujuan yang jelas, yakni sebagai hamba Allah dan
khalifah Allah, dan untuk mencapai tujuan
tersebut manusia dibekali akal dan wahyu (Santoso, dkk. 2013 : 18).
5. Perspektif
Penciptaan Manusia
a. Proses
Penciptaan Manusia
Alloh dalam
surah al-mu’minun ayat 12 - 14 telah di tegaskan tentang proses penciptaan
manusia secara lengkap, alloh berfirman:
ولقد
خلقنا الانسان من سللة من طين(12) ثم جعلناه نطفة في قرارمكين(13) ثم خلقنااالنطفة
علقة فخلقناالعلقة مضغة فخلقنا المضغة عظاما فكسوناالعظام لحما ثم انشأناه خلقا
اخر فتبارك الله احسن الخالقين (14) ( المؤمنون : 12 –
14 )
“Dan sesungguhnya, kami
telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).
Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian,
kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, pencipta
yang paling baik” ( QS. Al Mu’minun : 12 – 14).
Penjelasan
ayat :
Allah swt
menciptakan manusia dari saripati tanah. artinya Allah swt. menciptakan manusia
berasal dari seorang laki-laki dan perempuan, keduanya mengonsumsi makanan yang
berasal dari tumbuhan dan hewan yang juga memperoleh makanan dari tanah. Sari
pati makanan yang fimakan oleh kedua orang tua kita mejadi sperma dan sel telur.
Hasil
pembuahan menjadi segumpal darah dan yang selanjutnya menjadi segumpal daging
hingga tulang belulang yang dibungkus daging. sesudah itu, Allah menciptakan
anggota-anggota badan dan menyusun menjadi makhluk yang berbentuk seorang bayi
manusia.
Air mani
yang berasal dari saripati tanah, juga mengandung makna bahwa manusia pada
akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula, yaitu tanah. Tanah yang dimaksud
adalah liang lahat. Artinya manusia berasal dari tanah, dan akan kembali
tinggal meyatu dengan tanah (Rizal Muhammad F, 2013).
Kemudian
dari ayat diatas, di pertegas lagi oleh alloh dalam firmanya pada Qur’an surah
al- Hajj ayat 5 yang berbunyi :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍ مِّنَ ٱلْبَعْثِ
فَإِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ
مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ
فِى ٱلْأَرْحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ
إِلَىٰٓ أَرْذَلِ ٱلْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔا ۚ وَتَرَى
ٱلْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
وَأَنۢبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍ
“Hai manusia, jika kamu
dalam keraguan tentang kebangkitan , maka sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di
antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang
dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila
telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (al-Hajj Ayat : 5).
Penjelasan
ayat:
apabila
manusia bimbang akan hari kembali dan bangkitnya ruh bersama jasad, padahal
sesungguhnya asal penciptaan manusia ialah dari tanah (tanah itulah yang
menjadi bahan penciptaan Adam a.s), kemudian Dia menjadikan keturunan Adam dari
saripati air yang sangat hina, setelah nutfah berada dalam rahim seorang
wanita, tinggallah nutfah itu dalam kondisi demikian selama empat puluh hari
berikut segala perkembangannya. Kemudian, nutfah berubah menjadi segumpal darah
merah dengan izin Allah. Kondisi itu berlangsung selama empat puluh hari.
Kemudian darah ini berubah dan menjadi segumpal daging yang tidak berbentuk dan
berpola. Kemudian Allah mulai membentuk dan merancangnya, lalu dibuatlah bentuk
kepala, dua tangan, dada, perut, dua paha, dua kaki dan anggota tubuh lainnya.
Kadang-kadang wanita mengalami keguguran sebelum gumpalan daging itu berbentuk
dan berpola. Dan kadang-kadang mengalami keguguran setelah gumpalan daging itu
berbentuk dan berpola. Kadang-kadang janin itu menetap didalam rahim dan tidak
gugur. Janin yang gugur itu ada yang berbentuk makhluk ada pula yang tidak
berbentuk. Apabila segumpal daging itu sudah melampaui empat puluh hari, maka
Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan meniupkan ruh kedalamnya dan
menyempurnakannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah, baik berbentuk tampan
maupun jelek, laki-laki maupun perempuan dan Allah juga menetapkan rizki, ajal,
bahagia atau celakanya.
b. Tugas,
Tujuan dan Hakikat Hidup Manusia
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot di program untuk mematuhi setiap perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang
diciptakan untuk beribadah mematuhi setiap perintah-Nya dan menjahui semua
larangan-Nya. Seperti
firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.
وَمـَﺎﺨَلََقْـتُﺍُلْجِنَّ
وَٱﻹِْ ﻨﺲَ ﺇِﻵَ ﻟِڍـَﻌْﺐۥدۥونِِ
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan
manusia melainka untuk menyembah kepada-Ku.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta,
Allah SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara
sempit dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja.
Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam
menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical
maupun horizontal (Febrina, 2011).
Selain itu
manusia juga di berikan tugas oleh Alloh untuk menjadi khalifah di muka bumi,
sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Alloh dalam firmannya pada al-Qur’an
surat al-Baqaroh ayat 29-30 yang berbunyi :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ
لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ
سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ
يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ
لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
"Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (manusia), dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu." – (QS.2:29) "Ingatlah,
ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih, dengan memuji
Engkau, dan mensucikan Engkau'. Rabb berfirman: 'Sesungguhnya, Aku mengetahui,
apa yang tidak kamu ketahui'." – (QS.2:30)”
Untuk
melaksanakan fungsi khalifahnya ini, manusia telah diberi anugerah oleh
tuhan dengan dua buah hadiah yang sangat
istimewa, yaitu ilmu pengetahuan (‘Ilm) dan kebebasan memilih (Ikhtiyar)
(Kartanegara, 2002: 138). Dan untuk menerima kedua hadiah itu, manusia telah
dilengkapi di dalam drinya sarana atau piranti, berupa akal dan fasilitas
laindi luar dirinya, berupa wahyu tuhan yang diturunkan kepada manusia yang
telah mencapai tingkat kesempunaan (al-insan
al-kamil) yang dalam bentuk kongkretnya diwakili oleh nabi Muhammad s.a.w
(Santoso dkk, 2013 : 24 - 25).
Maka jalaslah kesatuan manusia
dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika manusia dapat menjalankan
fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali akal selain naluri
yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali membuat manusia
memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak jarang
bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang
tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di
dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surge atau
neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh
Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian
Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam
mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia (Febrina,
2011).
D.
Simpulan
Dari penjelasan-penjelasan dan ayat yang telah
dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan Alloh dari
setetes air yang hina, lalu dalam tahapan yang cukup panjang terbentuklah
tulang, daging, wajah dan struktur tubuh yang lengkap dalam tubuh ibu, lalu
ditiupkan ruh kedalam tubuh tersebut dan hiduplah seorang manusia yang
sempurna. Alloh menganugerahkan kepada manusia yaitu berupa akal dan wahyu yang
nantinya digunakan oleh manusia untuk memenuhi tugas-tugasnya di dunia.
Akal dan wahyu merupakan suatu hal yang sangat di
butuhkan oleh manusia untuk memenuhi tugas-tugasnya. Kelebihan manusia
dibandingkan dengan makhluk Alloh lainnya adalah memiliki akal yaitu untuk
berfikir dan wahyu yang langsung turun dari Alloh sebagai penyeimbang dari
akal.
Manusia tidak diciptakan tanpa sebab. Alloh
menciptakan manusia dengan dibebani beberapa tugas yaitu : menjadi hamba dan
menjadi khalifah dimuka bumi. Untuk menjadi khalifah tersebutlah Alloh
melengkapi manusia dengan akal dan wahyu agar bisa membedakan mana yang benar
dan mana yang salah. Akal dan wahyu dalam islam memiliki kedudukan yang sama
pentingnya dimana wahyu sebagai cahaya untuk membimbing akal menuju jalan
kebenaran.
E.
Saran
Islam adalah agama yang universal dan sangat mutlak
benar karena datangnya dari Alloh melalui perantaranya yaitu para nabi dan
rasul. Oleh sebab itu setiap persoalan sains yang masih berupa issue atau kabar
yang masih belum jelas dasarnya, hendaknya di kaji juga dalam bidang keislaman
(Al-Qur’an). Karena pada dasarnya dalam al-Qur’an terdapat segala ilmu yang di
butuhkan oleh manusia untuk menjawab semua persoalan.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori A. 2013. Konsep Akal dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.(Online) http://mpiuika-2013.blogspot.com/2013/10/konsep-akal-dalam-al-quran-dan-sunnah.html.
Diakses pada Senin 1 Maret 2015 pukul 18.27 WIB.
Anonim A. 2013. Akal. (Online) id.wikipedia.org/wiki/Akal . Diakses pada Senin 1 Maret 2015 Pukul 17.35 WIB.
Anonim B. 2011. Makalah Tafsir. (Online) http://as-syuara.blogspot.com/2011/10/makalah-tafsir.html.
Diakses pada selasa 3 Maret 2015 Pukul 10.50 WIB.
Febrina.
2011. Tujuan Penciptaan Manusia.
(Online) http://febrinaismyname.blogspot.com/2011/09/makalah-tujuan-penciptaan-manusia.html. Diakses Pada Selasa 3
Maret 2015 Pukul 18.23 WIB.
Jalius H.R. 2013. Pengertian Wahyu. (Online) https://jalius12.wordpress.com/2013/10/07/pengertian-wahyu/.
Diakses pada Senin 1 Maret 2015 pukul 17.40 WIB.
Kartanegara, Mulyadhi. 2002. Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam.
Bandung: Mizab.
Nasution, Harun. 1982 .Akal Dan Wahyu Dalam Islam .Jakarta:
UI-Press.
Rizal Muhammad F. 2013. Qs. Al-Mu’minun ayat 12-14 Tentang Manusia
dan Tugasnya Sebagai Khalifah Di Bumi. (Online) http://note-student.blogspot.com/2013/06/qs-al-muminun-ayat-12-14-tentang.html.
Di akses pada Selasa 3 Maret 2015 Pukul 10.30 WIB
Santoso Fattah, M.A. dkk. 2013. Studi
Islam 3. Surakarta: (LPIK) Universitas Muhammadiyah Surkarta
No comments:
Post a Comment