BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya, salah satu dari kekayaan
budaya di Indonesia adalah batik. Batik merupakan salah satu dari kebudayaan di
Indonesia yang memiliki nilai seni yang tinggi. Hingga saat ini, pesona batik
telah banyak disukai baik didalam negeri maupun diluar negeri. Industri
batik termasuk dalam kelompok industri tekstil di Indonesia yang selain untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor penghasil devisa
negara. Secara ekonomi cukup memberikan pendapatan yang besar kepada negara,
baik dari segi penyerapan tenaga kerja maupun pemasukan devisa dan pajak.
Industri batik
nasional semakin berkembang akibat semakin banyaknya permintaan terhadap batik
sejak dicanagkan hari batik nasional pada tanggal 2 Oktober 2009. Pada beberapa
daerah mulai muncul kampung batik sebagai sentra batik khas daerah masing
masing.
Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul merupakan salah satu
sentra industri kerajinan batik di DIY. Ada beberapa perajin batik yang
menggeluti usaha produksi batik, baik cap, tulis maupun kombinasi secara
turun-temurun di Desa Tirtonirmolo ini. Aktivitas industri batik disamping
memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif. Banyaknya produsen
batik, baik yang besar maupun yang berskala rumah tangga, memiliki kesamaan
yaitu menghasilkan limbah cair batik, dengan kandungan zat warna, zat padat
tersuspensi, BOD (Biologycal Oxigen Demand), COD (Chemical Oxigen Demand),
minyak dan lemak yang perlu pengolahan sebelum dibuang ke badan air
(Setyaningsih, 2006). Limbah sisa produksi batik di Desa Tirtonirmolo dibuang
langsung tanpa pengolahan melalui saluran got menuju aliran Sungai Bedog.
Berdasarkan Pergub No. 20 Tahun 2008, Sungai Bedog
masuk dalam kategori baku mutu air kelas 2.
Akan tetapi dengan berkembangnya home industri batik di kawasan aliran
sungai Bedog, khususnya Desa Tirtonimolo memberikan dampak buruk terhadap
kualitas air sungai bedog. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna air
sungai menjadi kehitaman akibat limbah dari proses perwanaan batik. Selain itu,
air sungai bedok menimbulkan bau tidak sedap yang dapat megganngu kenyamanan
masyarakat di aliran sungai. Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan bahan
organik tinggi dan ditumbuhi bakteri patogen yang menimbulkan bau akibat dari
proses metabolismenya. Permasalahan ini yang mendasari peneliti untuk mengukur
kadar COD di sungai bedog di kawasan home industri Desa Tirtonirmolo
Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
deskripsi pencemaran air ?
2. Apakah
deskripsi dari limbah industri textile baik berupa sumber, jenis dan dampaknya
pada manusia dan lingkungan ?
3. Apakah
yang dimaksud dengan COD ?
4. Berapakah
batas minimum kadar COD yang diperbolehkan ?
5. Apakah
akibat dari tingginya kadar COD dalam air ?
6. Bagaimana
tingkat cemaran bila di ukur menggunakan parameter COD pada Desa Tirtomulyo
Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul ?
7. Apa
saja penanggulangan untuk menurunkan kadar COD dalam air sungai di Desa
Tirtomulyo ?
8. Bagaimana
cara mengukur kadar COD dalam air sungai bedog yang telah tercemar limbah
textile ?
9. Bagaimana
kesesuaian tingkat buangan limbah industri textile Desa Tirtomulyo dengan
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah ?
C. Tujuan
1. Untuk
mendeskripsikan mengenai pencemaran air
2. Untuk
mendeskripsikan limbah industri textile baik sumber, jenis, dan dampaknya pada
lingkungan maupun pada manusia
3. Untuk
mendeskripsikan lebih dalam mengenai Chemical
Oxygen Demand (COD)
4. Untuk
mengetahui batas minimum dari kadar COD yang ditoleransi
5. Untuk
mendeskripsikan akibat dari tingginya kadar COD dalam air
6. Untuk
Mendeskripsikan tingkat pencemaran bila diukur menggunakan parameter COD pada
Desa Tirtomulyo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
7. Untuk
mendeskripsikan penanggulangan pada kadar COD yang tinggi
8. Untuk
mengetahui cara mengukur COD
9. Untuk
Mengetahui kesesuaian tingkat buangan limbah industri textile dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Pencemaran Air
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor. 82 tahun 2001 menyebutkan :
“Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air
dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukkannya”.
Adapun akibat yang ditimbulkan oleh
pencemaran air yaitu:
a.
Terganggunya kehidupan
organisme air.
b.
Pendangkalan dasar perairan.
c.
Punahnya biota air seperti
ikan.
d.
Menjalarnya wabah penyakit
seperti muntaber.
e.
Banjir akibat
tersumbatnya saluran air. (Gabriel, 2001).
Pencemaran air dapat semakin
luas, tergantung dari kemampuan badan air penerima polutan untuk mengurangi
kadar polutan secara alami. Apabila kemampuan badan air tersebut rendah dalam
mereduksi kadar polutan, maka akan terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga
badan air akan menjadi tropik (Fardiaz, 1992).
B. Limbah Industri Tekstil
1. Pengertian
Limbah Textile
Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air
kakus (black water), dan ada air buangan dari
berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Mahida, 1986).
Limbah
padat lebih dikenal sebagai sampah,
yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia
Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam
proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan,
merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses
penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari
pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis (Siregar. 2008).
2. Sumber
Limbah Textile
Larutan
penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia
pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, dan asam. Penghilangan
kanji biasanya memberikan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses
lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber
limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan
tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair
dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang
tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan
menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain
dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam. DiIndonesia zat warna
berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan
limbah yang lebih sedikit daripada pewarnaan (Siregar, 2008).
3. Jenis
Limbah Textile
Menurut Siregar (2008),
terdapat beberapa jenis limbah textile diantaranya adalah :
a. Logam
berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
b. Hidrokarbon
terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing).
c. Pigmen,
zat warna dan pelarut organik.
d. Limbah
Asam.
e. Limbah
Basa (ammonium hidroksida, potassium hidroksida, sodium hidroksida, sodium
sianida, sodium karbonat, sodium pryophospat, sodium silikat dan trisodium
phispat).
4. Dampak
Limbah Textile
a. Bagi
manusia
Menurut
Emdi (1994), dampak yang dapat ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh
Manusia :
1) Arsen
(As): Menyebabkan berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen
juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat.
2) Cadmium
(Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara atau
uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka
panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat
menyebabkan hipertensi.
3) Kromium
(Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan tubuh.
Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal.
4) Timbal
(Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang,
menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran.
5) Tembaga
(Cu) : Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang
akut.
6) Limbah
asam adalah dapat menyebabkan luka pada kulit, selaput lendir, selaput mata dan
saluran pernapasan.
7) Limbah
basa tidak begitu bahaya bagi sistem saluran pernafasan, tetapi dapat mengiritasi
kulit.
8) Air
yang tercemar oleh limbah tekstil juga sangat berbahaya bila digunakan oleh
manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan beberapa senyawa kimia
dan limbah tekstil mempunyai sifat yang toksik bagi mahluk hidup yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker dan tidak berfungsinya organ-organ
tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian.
9) Hidrokarbon
terhalogenasi (misalnya karbon tetraklorida yang banyak ditemukan di dalam
larutan dan pencair dry-cleaning atau etilen diklorida): dapat menyebabkan
batuk dan tersedak, kemudian pernafasan menjadi cepat. Kulitnya tampak kebiruan
karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Selanjutnya terjadi muntah dan
batuk yang menetap disertai megap-megap.
b. Bagi
lingkungan
Limbah-limbah
buangan dari industri tekstil yang ada dilingkungan dapat mencemari perairan
dan dapat pula merusak ekosistem perairan. Selain itu, zat warna yang digunakan
untuk pewarna tekstil (Senyawa azo) yang dapat mencemari perairan. Zat warna
dari limbah tekstil bila dibuang ke perairan dapat menutupi permukaan badan air
sehingga menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dalam perairan. Berkurangnya
sinar matahari yang masuk ke perairan menyebabkan terhambatnya proses
fotosintesis oleh tumbuhan yang ada diperairan. Hal ini akan menyebabkan
kandungan oksigen di dalam air menurun dan pada akhimya menyebabkan kematian
mahluk hidup yang ada di perairan tersebut (Siregar, 2008).
Di
samping mempunyai sifat yang berbahaya bagi mahluk hidup terutama bagi manusia,
pencemaran limbah tekstil juga dapat mengurangi nilai estetika badan air, badan
air (sungai atau danau) menjadi tidak nyaman untuk dipandang karena aimya
berwarna bahkan mungkin berwarna gelap atau hitam pekat. Nilai estetika suatu
badan air juga menurun dengan timbulnya bau yang tidak sedap seperti bau
amoniak dan asam sulfida hasil penguraian limbah oleh bakteri secara anaerob
karena badan air mempunyai kandungan oksigen yang sangat minim. Penurunan atau
hilangnya nilai estetika suatu badan air akan menurunkan nilai ekonomis badan
air, dan tentunya akan merugikan bagi masyarakat yang tinggal disekitar badan
air tersebut (Mahida, 1986).
C. Chemical Oxygen Demand
Menurut Siregar (2008), Chemical
Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan
dioksidasi oleh Kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion
krom. Kalium bikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen(oxidizing
agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi
berikut ini:
Reaksi
tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4)
untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada
unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan
merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat
mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium Bichromat sesuai
dengan reaksi berikut ini:
Menurut Mahida (1986), Apabila dalam larutan air
lingkungan terdapat Chlorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi
tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Seberapa jauh tingkat
pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan
merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion Chlor menjadi merkuri Chlorida
mengikuti reaksi berikut ini:
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan
buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi
selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bichromat
yang dipakai pada reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bichromat yang
dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini
berarti bahwa air lingkungan banyak tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan
demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat
ditentukan.(Wardhana,2001).
Nilai COD memberikan informasi tentang jumlah oksigen
yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbondioksida dan
air. Kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan oksidator kuat yang biasa digunakan
dalam analisis COD. Secara teoritis oksidator ini dapat mengoksidasi senyawa organik
sampai hampir sempurna (95-100%) (Siregar, 2008).
Secara umum penjelasan tentang sumber dan manfaat COD
dapat dilihat pada parameter BOD, karena kedua parameter ini mempunyai hubungan
yang erat, yaitu keduanya berasal dari senyawa organik dan merupakan parameter
petunjuk pencemaran oleh limbah organik. Seperti halnya BOD, air dengan nilai
COD yang tinggi memberikan dampak negatif terhadap keseimbangan ekosistem
perairan. Metode yang digunakan dalam menganalisis COD yaitu metode
Spektrofotometri Portable. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh
zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air
(Wardhana, 2001).
Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD yaitu:
1. Analisa
COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD memerlukan 5
hari.
2. Untuk
menganalisis COD antara 50 sampai 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel
sedangkan pada analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.
3. Ketelitian
dan ketepatan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dari tes BOD.
4. Gangguan
dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi
soal pada tes COD (Alaerts, 1984).
D. Batas Minimum Kadar COD dalam Limbah
Industri Textile
Menurut Perda Jateng No 5 tahun 2012 tentang perubahan
atas peraturan daerah provinsi jateng no 10 tahun 2004 tentang baku mutu air
limbah Kadar COD limbah industri tekstil dan batik yang diperbolehkan menurut
Baku Mutu Air Limbah.
Tabel
1. Baku mutu air limbah
No.
|
Para-meter
|
Kadar Mak-simal
(mg/L)
|
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
|
|||||||
Tekstil terpa-du
|
Pencu-cian
Kapas, Permin-taan Penenun-an
|
Perekat-an (Sizing)
Dezising
|
Pengikis-an, Pemasak-an (Klering, Scouring)
|
Pemu-catan
|
Merse-risasi
|
Pence-lupan
|
Pence-takan
|
|||
1.
|
Suhu
|
380 C
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
BOD5
|
60
|
6,0
|
0,42
|
0,6
|
1,44
|
1,08
|
0,9
|
1,2
|
0,36
|
3.
|
COD
|
150
|
15,0
|
1,05
|
1,5
|
3,6
|
2,7
|
2,25
|
3,0
|
0,9
|
4.
|
TSS
|
50
|
5,00
|
0,35
|
0,5
|
1,2
|
0,9
|
0,75
|
1,0
|
0,3
|
5.
|
Fenol total
|
0,5
|
0,05
|
0,004
|
0,005
|
0,012
|
0,009
|
0,008
|
0,01
|
0,003
|
6.
|
Krom total
|
1,0
|
0,10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,02
|
0,006
|
7.
|
Amo-niak total (NH3-N)
|
8,0
|
0,80
|
0,056
|
0,08
|
0,192
|
0,144
|
0,12
|
0,16
|
0,048
|
8.
|
Sulfida
|
0,3
|
0,03
|
0,002
|
0,003
|
0,007
|
0,0054
|
0,005
|
0,006
|
0,002
|
9.
|
Minyak dan Lemak
|
3,0
|
0,30
|
0,021
|
0,03
|
0,07
|
0,054
|
0,045
|
0,06
|
0,018
|
10.
|
pH
|
6,0 – 9,0
|
||||||||
11.
|
Debit maksimum (m3/ton
produk tekstil)
|
100
|
7
|
10
|
24
|
18
|
15
|
20
|
6
|
E. Akibat Tingginya Kadar COD dalam Air
Limbah
Tingginya kadar COD dalam air limbah memiliki dampak
yang serius bagi kesehatan manusia dan juga kepada lingkungan.
1. Terhadap
kesehatan manusia
Secara
umum, konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar
organik dalam jumlah yang banyak. Sejalan dengan hal ini jumlah mikroorganisme,
baik yang merupakan patogen maupun tidak pathogen juga banyak. Adapun
mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bagi manusia.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa konsentrasi COD yang tinggi di dalam air
dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia.
2. Terhadap
Lingkungan
a. Konsentrasi
COD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi
rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan
bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga
makhluk air tersebut manjadi mati. (Monahan,1993).
b. Apabila
kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-hewan yang menempati
perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD dan COD meningkat menyebabkan
perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009). Kandungan bahan organic
tinggi yang ditumbuhi bakteri menimbulkan bau yang menyengat akibat dari
bakteri pathogen dan hasil metabolisnya
BAB
III
METODE
A.
Instrumen
/ Alat
1. Peralatan
Refluks terdiri dari Labu Erlenmeyer dan Pendingin Liebig 30 cm
2. Hot
Plate atau yang setara
3. Timbangan
Analitik
4. Buret
25 ml atau 50 ml
5. Gelas
Kimia
6. Gelas
Ukur
7. Labu
Erlenmayer 250 ml (labu refluks)
8. Labu
Ukur 100 ml dan 1000 ml
9. Pipet
Volume 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan 50 ml
10. Baskom
untuk mendinginkan
B.
Bahan
1. Larutan
baku kalium dikromat 0,25 N.
Larutkan
12,259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 1500C selama 2 jam) dengan air
suling dan tepatkan sampai 1000 ml.
2. Larutan
asam sulfat – perak sulfat.
Tambahkan
5,5 g Ag2SO4 kedalam 1 kg asam sulfat pekat atau 10,12 g Ag2SO4 dalam 1000 mL
asam sulfat pekat , aduk dan biarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.
3. Larutan
indikator ferroin.
Larutkan
1,485 g 1,10 phenanthrolin monohidrat dan 0,695 g FeSO4.7H2O dalam air suling
dan encerkan sampai 100 ml.
4. Larutan
ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N.
Larutkan
39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling, tambahkan 20 ml H2SO4 pekat,
dinginkan dan tepatkan sampai 1000 ml. Bakukan larutan ini dengan larutan baku
kalium dikromat 0,25 N.
5. Larutan
baku potasium hidrogen phthalat (KHP).
Larutkan
425 mg KHP (yang telah dihaluskan dan dikeringkan pada 1100C), dalam air suling
dan tepatkan sampai 1000 ml. Larutan ini mempunyai kadar KOK 500 mg/L O2. Bila
disimpan dalam refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada
pertumbuhan mikroba.
6. Asam
sulfamat.
Hanya
digunakan jika ada gangguan nitrit, 10 mg asam sulfamat untuk 1 mg nitrit
7. Serbuk
merkuri sulfat, HgSO4.
8. Batu
didih
9. Limbah
air Tekstil
C.
Metode
Metode refluks terbuka secara titrimetri
Metode ini digunakan untuk penentuan kadar kebutuhan
oksigen kimiawi (KOK) dalam air dan air limbah secara refluk terbuka dengan
kisaran kadar KOK antara 50 mg/L O2 sampai dengan 900 mg/L O2.Metode ini tidak
berlaku bagi contoh uji air yang mengandung ion klorida lebih besar dari 2000
mg/L.
D. Prinsip
Zat organik
dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat yang
diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebihan kalium
dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat
(FAS).
E.
Persiapan dan pengawetan contoh uji
1. Aduk
contoh uji hingga homogen dan segera lakukan analisis.
2. Contoh
uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 sampai pH lebih kecil dari 2,0 dan
contoh uji disimpan pada pendingin 4oC dengan waktu simpan 7 hari.
F.
Prosedur
1. Pipet
10 mL contoh uji, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan
0,2 g serbuk HgSO4 dan beberapa batu didih.
3. Tambahkan
5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O7 0,25 N.
4. Tambahkan
15 mL pereaksi asam sulfat – perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan
dalam air pendingin.
5. Hubungkan
dengan pendingin Liebig dan didihkan diatas hot plate selama 2
jam.
6. Dinginkan
dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji
menjadi lebih kurang 70 mL.
7. Dinginkan
sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes,
titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan
larutan FAS.
8. Lakukan
langkah 3.5 a) sampai dengan 3.5 g) terhadap air suling sebagai blanko. Catat
kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan
larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan KOK (SNI 06-6989.15-2004).
G.
Perhitungan
1. Normalitas larutan FAS
Normalitas
FAS =
Dengan
pengertian :
V1
adalah volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;
V2
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;
N1
adalah Normalitas larutan K2Cr2O7.
2.
Kadar COD
Kadar
COD =
Dengan
pengertian :
A
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;
B
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;
N
adalah normalitas larutan FAS.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh, kadar COD pada Sungai
Bedog adalah:
Kadar COD =
= 5000 mg/L
Peraturan
Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY menyatakan
ambang batas nilai COD adalah 10 mg/L untuk air golongan I (air minum), 25 mg/L
untuk air golongan II (prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan), 50 mg/L untuk air golongan III (pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, pengairan), dan 100 mg/L untuk air golongan IV
(pengairan). Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan jika Sungai
Bedog masuk dalam kategori baku mutu air kelas II dengan nilai ambang batas COD yang diperboleh adalah
25 mg/L. Akan tetapi, hasil pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan jika
nilai COD di sungai bedog yaitu 5000 mg/L yang jauh dari nilai ambang batas
yang diperbolehkan untuk air golongan II, III maupun kelas IV. Nilai COD
yang tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak oksigen yang digunakan untuk
mengurai senyawa-senyawa anorganik dalam cairan, sehingga oksigen yang
digunakan sebagai sumber kehidupan biota air menjadi semakin sedikit.
A.
Dampak Tingginya Kadar COD
1. Bagi
Lingkungan
Pencemar organik pada perairan
terdiri dari pencemar organik tidak mudah urai (nondegradable organic pollutant) dan pencemar organik mudah urai (degradable organic pollutants). Pencemar
organik tidak mudah urai diantaranya adalah batang kayu yang berada di
perairan, menyebabkan gangguan terhadap navigasi dan setelah mengendap
menyebabkan perairan menjadi dangkal. Selain kayu, pencemar organik yang sukar
diurai adalah detergent
alkylbehenesulfonate (sabun detergen dan pestisida organochlorine misalnya dieldrien
dan DDT).
Kadar oksigen
terlarut yang menurun menyebabkan kesuburan perairan meningkat. Meningkatnya
kesuburan perairan berbanding lurus dengan tingginya kandungan unsur hara
sehingga menimbulkan fenomena blooming
di mana kondisi ini terjadi karena adanya peledakan pertumbuhan fitoplankton dan zooplankton.
Fenomena blooming mengakibatkan menurunnya
kandungan oksigen terlarut, apabila plankton
dan zooplankton mati secara massal dapat mencemari perairan
karena membentuk gas dan senyawa beracun seperti amonia, hidrogen
sulfida, metana,etana, dan fosfin. Gas dan senyawa tersebut bersifat racun bagi
ikan dan biota air lainnya serta menimbulkan bau yang menyengat dan busuk
sehingga nilai guna perairan untuk perikanan, rumah tangga, dan industri
menurun dan tidak berguna lagi.
2. Bagi
Kesehatan
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sasongko
dan Wildan (2010) menyimpulkam jika unsur dan kadar logam berat yang paling
banyak dalam kimbah pewarna batik adalah chromiun dan kobalt. Keracunan kobalt dapat terjadi apabila tubuh
menerima kobalt dalam konsentrasi tinggi (150 ppm atau lebih). Kobalt dalam
jumlah banyak dalam tubuh manusia akan merusak kelenjar tiroid (gondok)
sehingga penderita akan kekurangna hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
tersebut. Kobalt juga dapat menyebabkan gagal jantung dan edema
(pembengkakan jaringan akibat akumulasi cairan dalam sel).
Khromium selain
bersifat iritan juga korosif. Letak luka biasa di akar kuku, persendian dan selaput
antara jari, bagian belakang tangan dan lengan. Karakteristik luka karena krom
mula-mula melepuh (papulae) kemudian terbentuk luka dengan tepi yang meninggi
dan keras. Selain itu pajanan lebih dari 20 µg/m3 dapat
mengakibatkan kerusakan pada tubulus renalis. Gangguan pada ginjal terjadi
setelah menghirup dan menelan kromium. Kenaikan kadar Beta-2 mikroglobulin
dalam urin merupakan indikator adanya kerusakan tubulus. Urinary treshold untuk
efek nefrotik diperkirakan 15 µg/gram kreatinin. Pemajanan akut kromium dapat
menyebabkan nekrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh tersiram asam kromat akan
mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.
Pemajanan akut kromium dapat menyebabkan nekrosis hepar. Bila terjadi 20% tubuh
tersiram asam kromat akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi
kegagalan ginjal akut. Studi epidemiologi secara kohort jelas menunjukkan
adanya daya karsinogen pada khromium. Bahwa kromium (VI) sebagai penyebab
kanker paru, sedangkan kromium (III) tidak. Kanker paru timul 20 ahun setelah
terpajan kromium dengan jangka waktu pemajanan sekitar 2 tahun.
Bahan kimia yang
tersuspensi dalam air limbah textile dari industri batik pada Desa Tirtomulyo
harus ditanggulangi, sebab dapat merusak estetika lingkungan (sungai bedog) dan
mencemari sungai yang berakibat matinya biota air. Serta bahaya juga berakibat
pada manusia yang kontak dengan air sungai tersebut, banyak penyakit yang dapat
ditimbulkan dan dapat membahayakan jiwa manusia. Untuk menanggulangi kadar COD
yang ada pada limbah dapat dilakukan dengan cara yang sederhana namun efektif
yaitu dengan melakukan proses filtrasi dan dengan menggunakan biofilter.
1. Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan campuran solida likuida melalui
media porus di mana solida tersebut tertahan di dalam media dan likuida yang
dilewatkan (Degremont, 1991). Dalam proses filtrasi terjadi aktivitas kimia
yaitu proses di mana zat kimia tertentu dapat melarut karena teroksidasi bahkan
terurai menjadi bahan senyawa yang tidak larut pada saat penyaringan
(malleviale. 1996).
Pada proses filtrasi ini dapat dengan mudah diterapkan di setiap
rumah home industri batik sebagai langkah awal sebelum dilakukan proses
selanjutnya. Proses filtrasi ini merupakan proses sederhana dan tidak mahal
sehingga tidak membebani setiap home industri batik. Proses filtrasi bisa
menggunakan banyak cara yaitu dengan pasir dan arang aktif, bottom ash limbah
batu bara, menggunakan kombinasi dari batubata pasir krikil ijuk dan arang.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rosyida (2011),
penggunaan bottom ash batu bara diperoleh hasil filtrasi yang baik, dapat
dilihat dari penurunan kadar COD dimana bottom ash batu bara dapat menurunkan
kadar COD hingga sebesar 54,1%. Jika kesulitan untuk mendapatkan batu bara dapat
pula dilakukan hal sederhana untuk mengurangi kadar cemaran secara fisika
dengan cara sederhana yaitu dengan memanfaatkan media krikil, pasir, ijuk,
arang tempurung kelapa. Cara membuatnya adalah sebagai berikut :
a.
Siapkan 2 buah ember besar
atau tendon air
b.
Pada ember pertama di taruh
secara berurutan yaitu ijuk 1,5 CM, pasir 17,5 CM, Kerikil 4,5 CM, ijuk, 6,5
cm, pasir 13 cm, arang tempurung 8 cm, ijuk 7 cm, kerikil 13 cm dan sisakan
sekitar 10 cm paling dasar untuk menampung air yang sudah jernih. Semakin tebal
tumpukan bahan-bahan tersebut hasilnya akan semakin jernih.
c.
Dimasukkan ke ember kedua,
setelah itu dialirkan lagi menggunakan
selang ke ember pertama untuk refiltrasi hingga hasilnya lebih jernih. Semakin
diulangi hasil semakin jernih.
d.
Setelah dirasa cukup jernih
bisa di buang ke sungai atau dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
Dengan proses filtrasi yang sederhana ini
dapat menghilangkan zat-zat padat dan menghilangkan bau, meskipun tidak
memiliki hasil seperti proses yang rumit lainnya namun ini bisa jadi langkah
awal yang bisa digunakan oleh warga dalam mengolah limbah textilenya sendiri.
Proses filtrasi yang sederhana ini dapat diterapkan disetiap rumah industri
textile untuk pengolahan awal agar limbah textile tidak langsung dibuang kesungai
melainkan sudah melalui proses pengolahan meskipun tidak maksimal.
2. Biofilter
Biofilm
atau biofilter adalah pengolahan air limbah dilakukan dengan cara mengalirkan
air limbah ke dalam reaktor biologis yang didalamnya diisi dengan media
penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Pengolahan air limbah dilakukan dengan cara mengoperasikan
reaktor biologis yang terdiri dari bak pengendapan awal, biofilter anaerob,
biofilter aerob serta bak pengendapan akhir. Skema proses pengolahan serta
ukuran rekator ditunjukkan seperti pada Gambar 1. Lebar reaktor 30 cm, panjang
reaktor 130 cm, dan tinggi 50 cm. Volume efektif rekator 156 liter.
Gambar 1.1
Pengolahan air limbah dengan biofilter
limbah pencelupan tekstil yang digunakan untuk penelitian. Air limbah di tampung ke dalam tangki
penampung, selanjutnya dialirkan ke bak
pengendapan awal. Dari bak pengendapan awal air limbah dialirkan ke
biofilter anaerob. Biofilter anaerob terdiri dari dua ruangan yang diisi dengan
media plastik sarang tawon. Arah aliran di dalam biofilter anaerob adalah dari
atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Air limpasan dari biofilter anaerob
selanjutnya masuk ke biofilter aerob. Di dalam biofilter aerob juga diisi
dengan media sarang tawon dengan arah aliran dari atas ke bawah, sambil
dihembus dengan udara menggunakan blower. Selanjutnya, air limbah masuk ke bak
pengendapan akhir melalui bagian bawah bak. Air limbah di dalam bak pengadapan
akhir sebagian disirkulasi ke biofilter aerob dengan ratio sirkulasi hidrolik
(Hydaulic Recycle Ratio, HRR ) sama dengan 1 (satu). Air limpasan dari bak
pengendapan akhir merupakan air olahan.
Menurut hasil penelitian Said (2002), kadar COD yang tingginya
hingga mencapai 3763,60 Mg/l dapat diturunkan hingga mencapai 217 mg/l dengan
konsentrasi zat tersuspensi yang awalnya 2105 mg/l turun hingga 138 mg/l dan
konsentrasi warna 1350 pt-co turun menjadi 149 pt-co. Dengan demikian efisiensi
total penghilangan COD hingga 94,23%. Proses Biofilter cenderung membutuhkan
bahan dan biaya yang tidak sedikit oleh sebab itu dari pemerintah daerah harus
menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk membuat biofilter ini. Apabila
tidak ingin berurusan dengan pemerintah maka dari home industri harus
bergotongroyong untuk membuat biofilter yang cukup besar untuk menampung
seluruh limbah textile untuk diolah dalam satu tempat. Dengan
pengolahan yang terpusat dan bersama-sama, biaya dapat diminimalisir dan dapat
dikoordinasi dengan mudah dalam proses pengolahan limbahnya.
Gambar 1.2
Pengolahan limbah dengan teknik biofilter secara terpusat dari rumah-rumah
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Limbah air pada industry tekstil merupakan
limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji,
penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan.
Pencemaran limbah Tekstil diantaranya Logam berat terutama As,
Cd, Cr, Pb, Cu, Zn,Hidrokarbon
terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing),Pigmen,Limbah Asam dan Limbah Basa.
Chemical
Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi
melalui reaksi kimia. Kadar
COD yang terlalu tinggi atau melewati batas maksimum bisa mengakibatkan
berbagai dampak negatif baik bagi lingkungan maupun manusia itu sendiri.
Tingkat COD di sungai bedog setelah
diukur dengan metode refluks terbuka secara titrimetri didapatkan hasil 5000
mg/l (sangat tinggi) dan melebihi dari standar
yang ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Air di Provinsi DIY batas
maksimal nilai COD golongan II adalah 25 mg/L sedangkan nilai COD sungai
bedog adalah 5000 mg/L. Hal ini dapat disimpulkan nilai COD pada sungai bedog sudah melebihi ambang
batas aman dan diperlukan usaha untuk menanggulanginya.
Penanggulangan tingginya
kadar COD dapat dilakukan salah satunya dengan teknik Filtrasi dan dengan
Biofilter. Teknik ini dirasa cukup efektif dan efisien karena mengingat bisa
diterapkan dengan mudah pada industri kecil dan harga dari alat serta bahannya
cukup murah dan terjangkau masyarakat.
B.
Saran
1.
Bagi
Pemerintah
Pengawasan lebih ketat perlu diterapkan pemerintah
tidak hanya pada industri besar tapi juga pada industri kecil seperti home
industri. Pemerintah diharapkan melakukan pengawasan secara berkala serta membantu
masyarakat dalam hal pembuatan biofilter dan mengadakan pelatihan perancangan
alat, perawatan alat lewat instansi terkait.
2.
Bagi
masyarakat
Masyarakat harus bisa membuat teknik filtrasi yang
sederhana dirumah untuk pengolahan proses awal limbah dan rutin dalam
perawatannya. Hal ini dilakukan guna mengurangi tingkat cemaran yang ada pada
air jika tidak adanya biofilter. Akan lebih baik lagi jika masyarakat mau untuk
mengkombinasikan kedua metode tersebut (filter dan biofilter) dimana dilakukan
proses filtrasi terlebih dahulu di rumah-rumah warga yang kemudian dialirkan ke
biofilter untuk mendapatkan hasil buangan limbah yang jauh lebih baik.
3.
Bagi
Home industry
Harus menerapkan pengolahan Limbah baik secara
Filtrasi maupun Biofilter agar sungai Bedog tidak tercemar limbah tekstil
industri seperti kadar COD yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alaerts.
1984. “Metode Penelitian Air”. Surabaya:
Usaha Nasional.
Emdi. 1994. “Limbah Cair Berbagai Industri Di Indonesia : Sumber , Pengendalian,
dan Baku mutu”. Jakarta : Bapedal.
Fardiaz, S. 1992. “Mikrobiologi Pangan”. Yogyakarta: Kanisius
Gabriel J.F. 2001. “Fisika Lingkungan”. Jakarta : Hipokrates.
Zulkifli, Hilda. 2009. Status Kualitas
Sungai Musi Bagian Hilir Ditinjau Dari Komunitas Fitoplankton. Berkala
Penelitian Hayati. 15(1): 5-9.
Mahida N.U. 1986. “Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri”. Jakarta : CV.
Rajawali.
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001. “Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air”. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
Siregar, A.S. 2008. “Instalasi Pengolahan Air Limbah”. Yogyakarta : Kanisius.
Wardhana. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan.
Yogyakarta: Penerbit Andi
No comments:
Post a Comment